Sunday 8 November 2015

KISAH KAKEK PENJUAL ES DAWET

KISAH KAKEK PENJUAL ES DAWET
 
Dan penjual dawet itupun memikul dagangannya dengan bahu kanan. Dia berjalan perlahan melewati pinggiran jalan raya yang penuh dengan truk dan mobil berkecepatan tinggi. Dia tergesa-gesa mengejar adzan jum’at berkumandang. Tinggal seratus meter lagi menuju masjid. Lelaki tua itu, lelaki tak kenal lelah. Memasuki pelataran masjid. Membasuh tubuhnya dengan air wudhu dan sesekali meminum air itu. “daripada minum dawet, lebih baik aku minum air masjid ini”, begitu mungkin pikirnya.
Aku memandangnya dari jauh. Kulihat sesekali dia menoleh ke barang dagangannya. Takut ada yang mencuri mungkin. Maklumlah, modal yang dipakai pas-pasan. Jangan sampai dagangannya hilang atau rusak oleh ulah tangan jahil. Ketika adzan jum’at berkumandang. Dia memilih sholat di dekat dagangannya.
Kasihan engkau kakek. Di umur senjamu, engkau masih harus bekerja keras sendiri. Dimana anak cucumu kek?
Bahkan ketika sholat jum’at telah selesai. Sang kakek duduk di dekat dagangannya. Berharap ada satu atau dua jamaah yang menoleh dan membeli es dawetnya. Sayang beribu sayang. Mungkin jum’at ini bukan jum’at yang baik baginya. Tak satupun jamaah masjid membeli. Jangankan membeli, menolehpun tidak. Kakek itu hanya terpaku melihat satu per satu jamaah keluar dari halaman masjid.
Peluh mulai membasahi tubuhnya. Bayangan akan lembaran uang lenyap bersamaan dengan sepinya masjid itu….
Aku… yang sedari tadi duduk di halaman masjid, hanya diam tak bergerak. Kuamati sampai berapa lama sang kakek akan bertahan di pelataran masjid itu.
Masjid mulai sepi. Hampir semua jamaah telah pulang. Yang tersisa hanyalah takmir masjid dan beberapa pengurus masjid yang sibuk menghitung uang hasil infak para jamaah. Sang kakek menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada lagi jamaah tersisa. Tinggal aku dan motor plat merahku. Akupun hanya terdiam. Ingin aku membeli es dawetnya. Tapi apa daya, satu-satunya uang sepuluh ribuan yang kubawa, telah kumasukkan ke dalam kotak infak masjid. Sementara pengurus masjid sibuk menghitung infak, sang kakek harus sibuk menggotong kembali barang dagangannya yang tak laku sama sekali.
Sang kakek, dengan tatapan tegar. Kembali berjalan. Dia keluar dari pelataran masjid menuju ke arah utara, arah dimana rumah dinasku berada.
Kupacu motorku cepat. Kudahului sang kakek, kutunggu dia di depan puskesmas.
Dua puluh menit berlalu dan dari kejauhan, sang kakek akhirnya nampak. Kupanggil dia keras-keras.
“Paaak!!! Paaakk!!!!”
Dan sang kakek pun mendekat. Dia bertanya, “mau beli dawet ta nak?”
“iya”, jawabku mantap.
“berapaan pak satu gelasnya?”
“seribu nak”, jawabnya jujur.
“Masya Allah!!!! Dawet segelas dijual cuman seharga seribu!!! Kapan balik modalnya coba!!!!”, batinku
“yasudah pak, sini masuk, saya mau beli”
Sang kakek berjalan mengikutiku masuk ke ruang rawat inap para pasien.
Singkat cerita. Aku membeli duapuluh gelas dawet untukku dan untuk para keluarga penunggu pasien.
Sang kakek melayani permintaanku dengan senyum mengembang di wajahnya. Kulihat gentong berisi air dawetnya mulai berkurang setengah. Masih sisa setengah lagi.
“sudah pak, berapa semuanya?”
“duapuluh ribu nak”, katanya berkaca-kaca.
“ini pak, bawa saja sisa kembaliannya”, kuserahkan lembaran limapuluh ribu ke tangan kakek itu.
Dan sang kakek bertanya, ‘lho berartisampeyan shodakoh ini ke saya?”
“apalah kek itu namanya, intinya kembaliannya aku kasih buat kakek….”
“ini namanya shodakoh nak. Matur nuwun nak.Kulo doakan semoga sampeyan lancar rejeki”
“amin ya Allah”, jawabku singkat.
Sang kakek pun kembali memikul dagangannya. Kali ini jalannya semakin cepat. Mungkin karena bahagia atau karena berat gentong dawetnya sudah berkurang setengah.
Tak terasa air mata merembes di pelupuk mataku.
***
Dan tahukah engkau teman. Keesokan harinya, uang limapuluh ribu itu, dikembalikan dengan cara yang sangat ajaib oleh Allah. Dia kembali ke tanganku bukan lagi sebesar limapuluh ribu, melainkan satu juta. Rejeki yang sangat tidak aku perhitungkan bakal kudapat minggu ini. Dan berkat itu, aku bisa menabung 2,5 juta untuk minggu ini. Sejuta lebih banyak dibanding minggu2 sebelumnya.
Kakek….
Terimakasih atas doamu…
Sebenarnya bukan aku, melainkan engkau, yang memberi shodakoh.
Doamu, adalah pembuka pintu rejeki untukku.
Terimakasih banyak, kek….

AYO HUJAN-HUJANAN

AYO HUJAN-HUJANAN :.
 
Saya mengajak siapapun. Pasti yang paling senang anak-anak kita. Ayo nak, hujan-hujanan....
Hal ‘sepele’ ini perlu dibahas karena anak-anak pasti senang hujan-hujanan. Sementara para orangtua hari ini cenderung berkata: jangan, nanti sakit, nanti masuk angin, nanti demam, nanti pilek, dst...
Apakah itu konsep parenting yang benar?
Dengarkan kisah Anas bin Malik radhiallahu anhu berikut ini:
قَالَ أَنَسٌ: أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطَرٌ، قَالَ: فَحَسَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَهُ، حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى»
Anas berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kehujanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyingkap pakaiannya agar terkena air hujan. Kami bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kau lakukan ini?
Beliau menjawab, “Karena ia baru saja datang dari Tuhannya ta’ala.” (HR. Muslim)
An Nawawi menjelaskan hadits ini,
“Maknanya bahwa hujan adalah rahmat, ia baru saja diciptakan Allah ta’ala. Maka kita ambil keberkahannya. Hadits ini juga menjadi dalil bagi pernyataan sahabat-sahabat kami bahwa dianjurkan saat hujan pertama untuk menyingkap –yang bukan aurat-, agar terkena hujan.” (Al Minhaj)
Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa para sahabat Nabi pun sengaja hujan-hujanan seperti Utsman bin Affan. Demikian juga Abdullah bin Abbas, jika hujan turun dia berkata: Wahai Ikrimah keluarkan pelana, keluarkan ini, keluarkan itu agar terkena hujan. Ibnu Rajab juga menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib jika sedang hujan, keluar untuk hujan-hujanan. Jika hujan mengenai kepalanya yang gundul itu, dia mengusapkan ke seluruh kepala, wajah dan badan kemudian berkata: Keberkahan turun dari langit yang belum tersentuh tangan juga bejana.
Abul Abbas Al Qurthubi juga menjelaskan,
“Ini yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mencari keberkahan dengan hujan dan mencari obat. Karena Allah ta’ala telah menamainya rahmat, diberkahi, suci, sebab kehidupan dan menjauhkan dari hukuman. Diambil dari hadits: penghormatan terhadap hujan dan tidak boleh merendahkannya.” (Al Mufhim)
Bahkan para ulama; Al Bukhari dalam Shahihnya dan Al Adab Al Mufrod, Muslim dalam Shahihnya, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro. Semuanya menuliskan bab khusus dalam kitab-kitab hadits mereka tentang anjuran hujan-hujanan.
Apa masih ada yang sangsi bahwa hujan-hujanan dianjurkan...?
Mengapa kita menuduh hujan yang berkah sebagai sumber malapetaka??
Kita sebagai orangtua tentu bisa mengamati kebugaran anak kita hari itu. Saat hujan turun. Kalau mereka tidak terlalu bugar kita bisa melarangnya. Tetapi kalau mereka sedang sehat dan bugar, mengapa kita larang. Tak usah khawatir. Hujan adalah keberkahan. Adalah kesucian. Hujan adalah pengirim ketenangan. Hujan bahkan penghilang kotornya gangguan syetan.
Selesai hujan-hujanan, silakan disuruh mandi, mengguyur kepalanya, minum madu, habbatus sauda’ dan lainnya. Agar kekhawatiran itu pergi. Dan keberkahan lah yang telah mengguyur kepala dan sekujur badan mereka.
Sudah siap?
Ayo...hujan hujanan

RAHASIA BESAR SEORANG AYAH

RAHASIA BESAR SEORANG AYAH YANG TIDAK DIKETAHUI SEORANG ANAK, BAHKAN SETIAP ANAK DI DUNIA.
 
Mungkin ibu lebih kerap menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi apakah aku tahu, bahwa sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku?
Semasa kecil, ibukulah yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau bahwa ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku lakukan seharian, walau beliau tak bertanya langsung kepadaku karena saking letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku.
Saat aku sakit demam, ayah membentakku “Sudah diberitahu, Jangan minum es!” Lantas aku merengut menjauhi ayahku dan menangis didepan ibu.
Tapi apakah aku tahu bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku.
Ketika aku remaja, aku meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas berkata “Tidak boleh! ”Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku, beliau lebih tahu dunia luar, dibandingkan aku bahkan ibuku?
Karena bagi ayah, aku adalah sesuatu yang sangat berharga. Saat aku sudah dipercayai olehnya, ayah pun melonggarkan peraturannya.
Maka kadang aku melanggar kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu aku di ruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temannya untuk menanyakan keadaanku, ”dimana, dan sedang apa aku diluar sana.”
Setelah aku dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa ayahlah yang berkata: Ibu, temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat kita bersama.
Di saat aku merengek memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi, tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir, kemana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tidak ada lagi tempat untuk meminjam.
Saat aku berjaya. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayahlah yang mengabari sanak saudara, ”anakku sekarang sukses.” Walau kadang aku cuma bisa membelikan baju koko itu pun cuma setahun sekali. Ayah akan tersenyum dengan bangga.
Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati – hati mengizinkannya.
Dan akhirnya, saat ayah melihatku duduk diatas pelaminan bersama pasanganku, ayahpun tersenyum bahagia. Lantas pernahkah aku memergoki, bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan menangis? Ayah menangis karena ayah sangat bahagia. Dan beliau pun berdoa, “Ya Alloh, tugasku telah selesai dengan baik. Bahagiakanlah putra putri kecilku yang manis bersama pasangannya.
”Pesan ibu ke anak untuk seorang Ayah”
Anakku..
Memang ayah tidak mengandungmu,
tapi darahnya mengalir di darahmu, namanya melekat di namamu …
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu …
Nak..
Ayah memang tak menjagaimu setiap saat, tapi tahukah kau dalam do’anya selalu ada namamu disebutnya …
Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar karena dia ingin terlihat kuat agar kau tak ragu untuk berlindung di lengannya dan dadanya ketika kau merasa tak aman…
Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat bunda, karena kecintaanya dia takut tak sanggup melepaskanmu…
Dia ingin kau mandiri, agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua sendiri..
Bunda hanya ingin kau tahu nak..
bahwa…
Cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda..
Kalupun dia pernah salah terhadap bunda tp dia tak pernah ingin melakukan kesalahan terhadap kamu..
Anakku…
Jadi di dirinya juga terdapat surga buat bundamu dan bagimu…
maka datangilah, peluklah serta berikan senyum buat ayahmu serta hormati dan sayangi ayahmu sebelum kamu menyesal krn begitu dia sudah pergi unt selamanya baru kamu tersadar..

PENAKLUK TERHEBAT DI DUNIA

PENAKLUK TERHEBAT DI DUNIA
 
Sahabatku...
Sangatlah menarik ketika kita melihat kepada seorang laki-laki dengan segala kebesarannya, laki-laki yang berjalan tegak dan gagah, badannya yang kokoh ditopang dengan otot-otot yang besar, pandangan yang tajam bak seorang seorang panglima akan menebas leher musuhnya, bibir dan lidahnya yang bersuara lantang seakan-akan siap menerkam mangsanya, tetapi....
Tatkala berjumpa dengan pujaan hatinya, melemahlah badannya, seakan-akan sendi-sendi terlepas dari seluruh tubuhnya, pandangan yang tajam bagaikan panglima, berubah menjadi pandangan penuh kasih sayang, bibir dan lisannyapun seakan terganjal, sehingga susah untuk berbicara, Maka benarlah apa yang disabdakan Nabi kita Shalallahu'alaihi wa sallam,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menghilangkankan akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.” (HR. Bukhori)
Maka benarlah bahwasannya sekuat apapun laki-laki, secerdas apapun mereka, sehebebat apapun mereka, pasti mereka semua bisa ditaklukkan oleh seorang wanita.
Maka telah benarlah apa yang direncanakan kaum kafir, untuk merusak umat Islam, mereka rusak terlebih dahulu para wanitanya maka akan rusaklah semua umat ini.
Sehingga ada diantara mereka yang berkata, "untuk menghancurkan umat Islam maka satu wanita ditemani dengan miras, lebih efektif dan efisien dari pada menggunakan 1000 meriam".
Wallohu musta'an...
Maka wahai para sahabatku,
Jagalah keluarga kita, istri-istri kita, anak-anak kita dari makar musuh-musuh agama ini.
Semoga bermanfaat
====================
Grup WA Kajian Islam Ilmiah,