Sunday 8 November 2015

KISAH KAKEK PENJUAL ES DAWET

KISAH KAKEK PENJUAL ES DAWET
 
Dan penjual dawet itupun memikul dagangannya dengan bahu kanan. Dia berjalan perlahan melewati pinggiran jalan raya yang penuh dengan truk dan mobil berkecepatan tinggi. Dia tergesa-gesa mengejar adzan jum’at berkumandang. Tinggal seratus meter lagi menuju masjid. Lelaki tua itu, lelaki tak kenal lelah. Memasuki pelataran masjid. Membasuh tubuhnya dengan air wudhu dan sesekali meminum air itu. “daripada minum dawet, lebih baik aku minum air masjid ini”, begitu mungkin pikirnya.
Aku memandangnya dari jauh. Kulihat sesekali dia menoleh ke barang dagangannya. Takut ada yang mencuri mungkin. Maklumlah, modal yang dipakai pas-pasan. Jangan sampai dagangannya hilang atau rusak oleh ulah tangan jahil. Ketika adzan jum’at berkumandang. Dia memilih sholat di dekat dagangannya.
Kasihan engkau kakek. Di umur senjamu, engkau masih harus bekerja keras sendiri. Dimana anak cucumu kek?
Bahkan ketika sholat jum’at telah selesai. Sang kakek duduk di dekat dagangannya. Berharap ada satu atau dua jamaah yang menoleh dan membeli es dawetnya. Sayang beribu sayang. Mungkin jum’at ini bukan jum’at yang baik baginya. Tak satupun jamaah masjid membeli. Jangankan membeli, menolehpun tidak. Kakek itu hanya terpaku melihat satu per satu jamaah keluar dari halaman masjid.
Peluh mulai membasahi tubuhnya. Bayangan akan lembaran uang lenyap bersamaan dengan sepinya masjid itu….
Aku… yang sedari tadi duduk di halaman masjid, hanya diam tak bergerak. Kuamati sampai berapa lama sang kakek akan bertahan di pelataran masjid itu.
Masjid mulai sepi. Hampir semua jamaah telah pulang. Yang tersisa hanyalah takmir masjid dan beberapa pengurus masjid yang sibuk menghitung uang hasil infak para jamaah. Sang kakek menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada lagi jamaah tersisa. Tinggal aku dan motor plat merahku. Akupun hanya terdiam. Ingin aku membeli es dawetnya. Tapi apa daya, satu-satunya uang sepuluh ribuan yang kubawa, telah kumasukkan ke dalam kotak infak masjid. Sementara pengurus masjid sibuk menghitung infak, sang kakek harus sibuk menggotong kembali barang dagangannya yang tak laku sama sekali.
Sang kakek, dengan tatapan tegar. Kembali berjalan. Dia keluar dari pelataran masjid menuju ke arah utara, arah dimana rumah dinasku berada.
Kupacu motorku cepat. Kudahului sang kakek, kutunggu dia di depan puskesmas.
Dua puluh menit berlalu dan dari kejauhan, sang kakek akhirnya nampak. Kupanggil dia keras-keras.
“Paaak!!! Paaakk!!!!”
Dan sang kakek pun mendekat. Dia bertanya, “mau beli dawet ta nak?”
“iya”, jawabku mantap.
“berapaan pak satu gelasnya?”
“seribu nak”, jawabnya jujur.
“Masya Allah!!!! Dawet segelas dijual cuman seharga seribu!!! Kapan balik modalnya coba!!!!”, batinku
“yasudah pak, sini masuk, saya mau beli”
Sang kakek berjalan mengikutiku masuk ke ruang rawat inap para pasien.
Singkat cerita. Aku membeli duapuluh gelas dawet untukku dan untuk para keluarga penunggu pasien.
Sang kakek melayani permintaanku dengan senyum mengembang di wajahnya. Kulihat gentong berisi air dawetnya mulai berkurang setengah. Masih sisa setengah lagi.
“sudah pak, berapa semuanya?”
“duapuluh ribu nak”, katanya berkaca-kaca.
“ini pak, bawa saja sisa kembaliannya”, kuserahkan lembaran limapuluh ribu ke tangan kakek itu.
Dan sang kakek bertanya, ‘lho berartisampeyan shodakoh ini ke saya?”
“apalah kek itu namanya, intinya kembaliannya aku kasih buat kakek….”
“ini namanya shodakoh nak. Matur nuwun nak.Kulo doakan semoga sampeyan lancar rejeki”
“amin ya Allah”, jawabku singkat.
Sang kakek pun kembali memikul dagangannya. Kali ini jalannya semakin cepat. Mungkin karena bahagia atau karena berat gentong dawetnya sudah berkurang setengah.
Tak terasa air mata merembes di pelupuk mataku.
***
Dan tahukah engkau teman. Keesokan harinya, uang limapuluh ribu itu, dikembalikan dengan cara yang sangat ajaib oleh Allah. Dia kembali ke tanganku bukan lagi sebesar limapuluh ribu, melainkan satu juta. Rejeki yang sangat tidak aku perhitungkan bakal kudapat minggu ini. Dan berkat itu, aku bisa menabung 2,5 juta untuk minggu ini. Sejuta lebih banyak dibanding minggu2 sebelumnya.
Kakek….
Terimakasih atas doamu…
Sebenarnya bukan aku, melainkan engkau, yang memberi shodakoh.
Doamu, adalah pembuka pintu rejeki untukku.
Terimakasih banyak, kek….

AYO HUJAN-HUJANAN

AYO HUJAN-HUJANAN :.
 
Saya mengajak siapapun. Pasti yang paling senang anak-anak kita. Ayo nak, hujan-hujanan....
Hal ‘sepele’ ini perlu dibahas karena anak-anak pasti senang hujan-hujanan. Sementara para orangtua hari ini cenderung berkata: jangan, nanti sakit, nanti masuk angin, nanti demam, nanti pilek, dst...
Apakah itu konsep parenting yang benar?
Dengarkan kisah Anas bin Malik radhiallahu anhu berikut ini:
قَالَ أَنَسٌ: أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطَرٌ، قَالَ: فَحَسَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَهُ، حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى»
Anas berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kehujanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyingkap pakaiannya agar terkena air hujan. Kami bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kau lakukan ini?
Beliau menjawab, “Karena ia baru saja datang dari Tuhannya ta’ala.” (HR. Muslim)
An Nawawi menjelaskan hadits ini,
“Maknanya bahwa hujan adalah rahmat, ia baru saja diciptakan Allah ta’ala. Maka kita ambil keberkahannya. Hadits ini juga menjadi dalil bagi pernyataan sahabat-sahabat kami bahwa dianjurkan saat hujan pertama untuk menyingkap –yang bukan aurat-, agar terkena hujan.” (Al Minhaj)
Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa para sahabat Nabi pun sengaja hujan-hujanan seperti Utsman bin Affan. Demikian juga Abdullah bin Abbas, jika hujan turun dia berkata: Wahai Ikrimah keluarkan pelana, keluarkan ini, keluarkan itu agar terkena hujan. Ibnu Rajab juga menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib jika sedang hujan, keluar untuk hujan-hujanan. Jika hujan mengenai kepalanya yang gundul itu, dia mengusapkan ke seluruh kepala, wajah dan badan kemudian berkata: Keberkahan turun dari langit yang belum tersentuh tangan juga bejana.
Abul Abbas Al Qurthubi juga menjelaskan,
“Ini yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mencari keberkahan dengan hujan dan mencari obat. Karena Allah ta’ala telah menamainya rahmat, diberkahi, suci, sebab kehidupan dan menjauhkan dari hukuman. Diambil dari hadits: penghormatan terhadap hujan dan tidak boleh merendahkannya.” (Al Mufhim)
Bahkan para ulama; Al Bukhari dalam Shahihnya dan Al Adab Al Mufrod, Muslim dalam Shahihnya, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro. Semuanya menuliskan bab khusus dalam kitab-kitab hadits mereka tentang anjuran hujan-hujanan.
Apa masih ada yang sangsi bahwa hujan-hujanan dianjurkan...?
Mengapa kita menuduh hujan yang berkah sebagai sumber malapetaka??
Kita sebagai orangtua tentu bisa mengamati kebugaran anak kita hari itu. Saat hujan turun. Kalau mereka tidak terlalu bugar kita bisa melarangnya. Tetapi kalau mereka sedang sehat dan bugar, mengapa kita larang. Tak usah khawatir. Hujan adalah keberkahan. Adalah kesucian. Hujan adalah pengirim ketenangan. Hujan bahkan penghilang kotornya gangguan syetan.
Selesai hujan-hujanan, silakan disuruh mandi, mengguyur kepalanya, minum madu, habbatus sauda’ dan lainnya. Agar kekhawatiran itu pergi. Dan keberkahan lah yang telah mengguyur kepala dan sekujur badan mereka.
Sudah siap?
Ayo...hujan hujanan

RAHASIA BESAR SEORANG AYAH

RAHASIA BESAR SEORANG AYAH YANG TIDAK DIKETAHUI SEORANG ANAK, BAHKAN SETIAP ANAK DI DUNIA.
 
Mungkin ibu lebih kerap menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi apakah aku tahu, bahwa sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku?
Semasa kecil, ibukulah yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau bahwa ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku lakukan seharian, walau beliau tak bertanya langsung kepadaku karena saking letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku.
Saat aku sakit demam, ayah membentakku “Sudah diberitahu, Jangan minum es!” Lantas aku merengut menjauhi ayahku dan menangis didepan ibu.
Tapi apakah aku tahu bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku.
Ketika aku remaja, aku meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas berkata “Tidak boleh! ”Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku, beliau lebih tahu dunia luar, dibandingkan aku bahkan ibuku?
Karena bagi ayah, aku adalah sesuatu yang sangat berharga. Saat aku sudah dipercayai olehnya, ayah pun melonggarkan peraturannya.
Maka kadang aku melanggar kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu aku di ruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temannya untuk menanyakan keadaanku, ”dimana, dan sedang apa aku diluar sana.”
Setelah aku dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa ayahlah yang berkata: Ibu, temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat kita bersama.
Di saat aku merengek memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi, tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir, kemana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tidak ada lagi tempat untuk meminjam.
Saat aku berjaya. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayahlah yang mengabari sanak saudara, ”anakku sekarang sukses.” Walau kadang aku cuma bisa membelikan baju koko itu pun cuma setahun sekali. Ayah akan tersenyum dengan bangga.
Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati – hati mengizinkannya.
Dan akhirnya, saat ayah melihatku duduk diatas pelaminan bersama pasanganku, ayahpun tersenyum bahagia. Lantas pernahkah aku memergoki, bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan menangis? Ayah menangis karena ayah sangat bahagia. Dan beliau pun berdoa, “Ya Alloh, tugasku telah selesai dengan baik. Bahagiakanlah putra putri kecilku yang manis bersama pasangannya.
”Pesan ibu ke anak untuk seorang Ayah”
Anakku..
Memang ayah tidak mengandungmu,
tapi darahnya mengalir di darahmu, namanya melekat di namamu …
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu …
Nak..
Ayah memang tak menjagaimu setiap saat, tapi tahukah kau dalam do’anya selalu ada namamu disebutnya …
Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar karena dia ingin terlihat kuat agar kau tak ragu untuk berlindung di lengannya dan dadanya ketika kau merasa tak aman…
Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat bunda, karena kecintaanya dia takut tak sanggup melepaskanmu…
Dia ingin kau mandiri, agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua sendiri..
Bunda hanya ingin kau tahu nak..
bahwa…
Cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda..
Kalupun dia pernah salah terhadap bunda tp dia tak pernah ingin melakukan kesalahan terhadap kamu..
Anakku…
Jadi di dirinya juga terdapat surga buat bundamu dan bagimu…
maka datangilah, peluklah serta berikan senyum buat ayahmu serta hormati dan sayangi ayahmu sebelum kamu menyesal krn begitu dia sudah pergi unt selamanya baru kamu tersadar..

PENAKLUK TERHEBAT DI DUNIA

PENAKLUK TERHEBAT DI DUNIA
 
Sahabatku...
Sangatlah menarik ketika kita melihat kepada seorang laki-laki dengan segala kebesarannya, laki-laki yang berjalan tegak dan gagah, badannya yang kokoh ditopang dengan otot-otot yang besar, pandangan yang tajam bak seorang seorang panglima akan menebas leher musuhnya, bibir dan lidahnya yang bersuara lantang seakan-akan siap menerkam mangsanya, tetapi....
Tatkala berjumpa dengan pujaan hatinya, melemahlah badannya, seakan-akan sendi-sendi terlepas dari seluruh tubuhnya, pandangan yang tajam bagaikan panglima, berubah menjadi pandangan penuh kasih sayang, bibir dan lisannyapun seakan terganjal, sehingga susah untuk berbicara, Maka benarlah apa yang disabdakan Nabi kita Shalallahu'alaihi wa sallam,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menghilangkankan akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.” (HR. Bukhori)
Maka benarlah bahwasannya sekuat apapun laki-laki, secerdas apapun mereka, sehebebat apapun mereka, pasti mereka semua bisa ditaklukkan oleh seorang wanita.
Maka telah benarlah apa yang direncanakan kaum kafir, untuk merusak umat Islam, mereka rusak terlebih dahulu para wanitanya maka akan rusaklah semua umat ini.
Sehingga ada diantara mereka yang berkata, "untuk menghancurkan umat Islam maka satu wanita ditemani dengan miras, lebih efektif dan efisien dari pada menggunakan 1000 meriam".
Wallohu musta'an...
Maka wahai para sahabatku,
Jagalah keluarga kita, istri-istri kita, anak-anak kita dari makar musuh-musuh agama ini.
Semoga bermanfaat
====================
Grup WA Kajian Islam Ilmiah,

Tuesday 20 October 2015

UMMU KHOLID

UMMU KHOLID
(seorang wanita perkasa)
 
Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya,Said tengah beristirahat di kamar tidur.Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung
batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.
Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar.Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya.''wahai Suamiku''
''aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah
menyerang.
''Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu,tapi Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda,
Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.''Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang
sebelum menang….''
Said memandang wajah istrinya. Setelah
mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara.
Said langsung terjun ke tengah medan
pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.
Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan umynya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang
nampaknya sangat gugup.
''umy, salam dari Rasulullah,''
berkata si penunggang kuda,''Suami umy, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…''Nasibah tertunduk sebentar, ''Inna lillahi wainna ilaihi roziuun.''gumamnya,''Suamiku telah menang perang.Terima kasih, ya Allah.
Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar.
Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan,''Amar, kaulihat Ibu menangis..? Ini bukan air mata
sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan bagi para pejuang Nabi.
Maukah engkau melihat umy mu bahagia..?''Amar mengangguk.
Hatinya berdebar-debar.
''Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.
''Mata amar bersinar-sinar.''Terima kasih, umy, Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi, Aku was-was seandainya umy tidak memberi kesempatankepadaku untuk membela agama Allah.
Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya.
Di depan Rasulullah,ia memperkenalkan diri.''Ya Rasulullah,aku Amar bin Said.
Aku datang untuk menggantikan ayah
yang telah gugur.''Rasulullah dengan terharu memeluk anak muda itu.
''Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar..! Allah memberkatimu.''
Hari itu pertempuran berlalu cepat.
Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nasibah.
Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita,''Ada kabar apakah gerangan kiranya..?''serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya,
''apakah anakku gugur..?''
Utusan itu menunduk sedih,''Betul.''
''Inna lillahi wainna ilaihi roziun.''
Nasibah bergumam kecil.,Ia menangis.
''Kau berduka, ya Ummu Amar..?''
Nasibah menggeleng kecil. ''Tidak, aku gembira.Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan..?
Saad masih kanak-kanak.''
Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping umynya menyela,''umy,
jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang
gagah berani.''Nasibah terperanjat.
Ia memandangi putranya.
''Kau tidak takut, nak..?'' Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin.Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu. Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya.
Saad tersungkur mencium bumi dan
menyerukan, ''Allahu akbar..!'' Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nasibah. Mendengar berita kematian itu,Nasibah meremang bulu kuduknya.''Hai utusan,''ujarnya,
''Kausaksikan sendiri aku sudah tidak
punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.''
Sang utusan mengerutkan keningnya.
Tapi engkau perempuan, ya umy.''
Nasibah tersinggung,''Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad..?''
Nasibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana,
Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nasibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum.
''Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah
tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.''
Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nasibah pun segera menenteng tas
obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka
dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya.
Ia menegok, Kepala seorang tentara
Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir. Timbul kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini.
Apalagi waktu di lihatnya Nabi
terjatuh dari kudanya akibat keningnya
terserempet anak panah musuh, Nasibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu, Dinaiki kudanya. Lantas bagai singa betina, ia mengamuk.
Musuh banyak yang terbirit-birit
menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya.
Ia terjatuh terinjak-injak kuda.
Peperangan terus saja berjalan, Medan
pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas'ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu
melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya.
Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas'ud mengenalinya,''
Istri Said-kah engkau..?''
Nasibah samar-samar memperhatikan
penolongnya. Lalu bertanya,
''bagaimana dengan Rasulullah..? Selamatkah beliau..?''
''Beliau tidak kurang suatu apapun.''
''Engkau Ibnu Mas'ud, bukan..?
Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku''
''Engkau masih luka parah, Nasibah.''
''Engkau mau menghalangi aku membela
Rasulullah.,?''
Terpaksa Ibnu Mas'ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang
dijungkir balika nnya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus.
Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir.
Darahnya membasahi tanah yang
dicintainya.Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasullullah kemudian berkata kepada para sahabatnya, ''Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan..?
Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya.Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nasibah, wanita yang perkasa.
Subhanallah. Semoga kita di beri kekuatan oleh allah untuk bisa mencontoh ummu Nasibah.
Aamiin..

Monday 19 October 2015

MELAWAN LUPA

MELAWAN LUPA
 
Allah berfirman :
إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya" (QS Al-'Adiyaat : 6)
Al-Hasan rahimahullah berkata :
هُوَ الَّذِي يَعُدُّ الْمَصَائِبَ، وَيَنْسَى نِعَمَ رَبِّهِ.
Yaitu orang yang menghitung-hitung musibah (yang sedikit-pen) dan melupakan kenikmatan-kenikmatan Robnya (yg telah banyak diberikan kepadanya-pen) (Tafsir Ibnu Katsir 8/467)
Akan terlihat hakikat kita sesungguhnya tatkala kita ditimpa musibah, apakah kita termasuk كَنُوْد (ingkar) ? Atau termasuk sabar (yang tidak lupa dengan karunia-karunia Allah sehingga menjadikan kita lebih sabar dalam menerima keputusan Allah)?
Musibah yang menimpa kita hanyalah sesekali, sementara kenikmatan terus tercurah kepada kita tiada hentinya dengan berbagai macam modelnya. Namun demikianlah karena kurang kuatnya iman sebagian kita sehingga tatkala terkena musibah yang diingat-ingat hanyalah beratnya musibah tersebut, sementara anugerah dan karunia Allah terlupakan…
Contoh kecil :
- Ada yang mobilnya mogok, maka iapun mengeluh sejadi-jadinya, ia lupa bahwa mobilnya mogok hanya sekali-sekali, selama ini sekian ribu kilo meter mobilnya jalan dengan baik tanpa halangan.
- Ada yang uangnya hilang, iapun marah dan mengeluh, padahal selama ini uang yang Allah berikan kepadanya tidak pernah hilang, namun ini semua terlupakan, yang diingat hanya uangnya yang hilang tersebut.
- Ada yang tubuhnya sakit, lalu iapun mengeluh dan tidak sabar, padahal puluhan tahun Allah menjadikan tubuhnya sehat, lantas apakah sakit yang sebentar tersebut membuatnya lupa dengan kesehatan puluhan tahun lamanya?
- Ada yang mengalami kegagalan, maka iapun marah, padahal kegagalan tersebut hanya sesekali, dan bisa jadi sekali saja. Sementara kemudahan dan keberhasilan sudah sering ia raih, namun terlupakan karena kegagalan tersebut.
- Yang lebih berat, adalah ada yang anaknya meninggal karena sakit atau sebab yang lainnya. Maka iapun meronta dan menangis sejadi-jadinya dengan mengangkat suara, seakan-akan protes dengan keputusan Allah. Ia lupa bahwasanya Allah telah banyak memberikan kepadanya banyak anak, dan yang lainnya dalam kondisi sehat wal afiyat.
Jika kita terkena musibah maka berusahalah mengingat kebaikan-kebaikan Allah kepada kita, sehingga hal ini akan meringankan beban musibah kita dan kita tetap berhusnuzon (berbaik sangka) kepada Allah.
As-Suddiy rahimahullah berkata :
تَسَاقَطَ لَحْمُ أَيُّوْبَ حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلاَّ الْعَصبُ وَالْعِظَامُ، فَكَانَتْ امْرَأَتُهُ تَقُوْمُ عَلَيْهِ وَتَأْتِيْهِ بِالزَّادِ يَكُوْنُ فِيْهِ، فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ لَمَّا طَالَ وَجْعُهُ: يَا أَيُّوْبُ، لَوْ دَعَوْتَ رَبَّكَ يُفَرِّجُ عَنْكَ؟ فَقَالَ: قَدْ عِشْتُ سَبْعِيْنَ سَنَةً صَحِيْحًا، فَهَلْ قَلِيْلٌ للهِ أَنْ أَصْبِرَ لَهُ سَبْعين سنة؟
"Daging nabi Ayub berjatuhan (karena sakit parah) maka tidak tersisa di tubuhnya kecuali urat dan tulang. Istrinya mengurusnya dan membawakan makanan diletakan di sisi nabi Ayub. Maka istrinya berkata tatkala lama sakitnya nabi Ayub : "Wahai Ayub, kenapa engkau tidak berdoa kepada Robmu untuk menghilangkan sakitmu?" Maka nabi Ayub 'alaihis salam berkata, "Aku telah hidup selama 70 tahun dalam kondisi sehat, maka bukankah perkara yang sedikit karena Allah jika aku bersabar karena-Nya 70 tahun pula? (Tafsir Ibnu Katsir : 5/360)
Disebutkan bahwa nabi Ayub sakit selama 7 tahun atau 18 tahun –sebagaimana disebutkan dalam buku-buku tafsir-, maka bagi beliau itu ringan dibandingkan kenikmatan kesehatan yang Allah telah berikan kepadanya selama 70 tahun.
Demikianlah mengingat-ingat kenikmatan menjadikan musibah terasa lebih ringan. Wallahu A'lam bis-showab.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 06-05-1436 H / 26-02-2015 M
Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja

Saturday 17 October 2015

"KENAPA SUAMI HARUS LEBIH SABAR KEPADA ISTRI?"

"KENAPA SUAMI HARUS LEBIH SABAR
KEPADA ISTRI?"

Bangun tidur langsung masak nyiapin
makan untuk anak dan suami.. yang
ngerjain Istri
Mencuci piring nyuci baju.. yang
ngerjain Istri
Mengantar anak sekolah.. yang
nganterin Istri
Menyapu, mengepel.. yang ngerjain
Istri
Mengajari anak belajar.. yang ngajari
Istri
Belanja kebutuhan rumah tangga..
yang berangkat Istri
Begadang nungguin anak rewel krn
lagi sakit.. Yang jagain Istri
Melayani suami dengan baik..
Kewajiban istri
Lalu suami ngapain? biasanya lelaki
akan bilang "aku kan kerja cari uang
buat kamu juga to? emang kalau aku
ga kerja pada mau makan apa?" sudah
gitu aja seperti sudah selesai semua
urusan suami. Padahal bekerja cari
nafkah itu memanglah sudah jadi
tugas dan kewajiban suami, kalau ga
mau kerja cari nafkah ya jangan
berani-beraninya nikah dan punya
anak.
Bekerja itu wajib bagi seorang kepala
rumah tangga, tapi pekerjaan
mengepel, mencuci, setrika, mengajari
anak, itu semua bukanlah kewajiban
Istri melainkan tugas bersama yang
tidak seharusnya dibebankan kepada
istri saja.
Walaupun saya yakin banyak suami-
suami hebat diluaran sana yg tak
canggung membantu istri nyuci,
setrika bahkan ngepel. Tapi saya
yakin juga masih byk suami yg
membebankan itu semua pd istri
seorang diri lantaran dia merasa
kewajibannya hanya bekerja dan
mencarikan uang utk makan dan
keperluan rumah tangganya saja.
Anehnya disaat sedang luang
waktunya, si suami bukannya
membantu istri dan mengajak bermain
anak tapi justru malah sibuk dan
asyikdengan dunianya sendiri ya
malah pergi mancinglah, mainan
burunglah, sibuk touringlah, ya
nongkronglah, sementara urusan
pekerjaan rumah semua diserahkan pd
istri.
Ingat istri itu pendamping dan
pelengkap hidup suami bukan
pembantu suami. Pendamping itu
pekerjaanya mendampingi di kala
susah dan senang. Melengkapi itu jika
suami msh banyak kekurangan istri
bisa hadir utk menutup
kekurangannya. Begitu pula dalam
urusan pekerjaan dalam rumah tangga
keduanya saling berbagi dan bekerja
sama utk menyelesaikannya.
Itulah sebabnya suami harus lebih
bersabar terhadap istri apa lagi jika
suami belum bisa fokus membantu
pekerjaan istri di rumah. Bisa kita
bayangkan bagi seorang Istri bahkan
utk mengurus keperluannya sendiri
saja sudah tidak ada waktu krn lbh
mendahulukan anak dan suami.
Bagaimana mungkin suami menuntut
istri yang sempurna jika sang suami
sendiri tidak pernah mensupport dan
membantu Istrinya.

Monday 12 October 2015

"Siapa yang menciptakan Allah?"

"Siapa yang menciptakan Allah?" Pemuda Ini Menjawab hingga Atheis tak berkutik
 
Ada seorang Atheis yg memasuki sebuah masjid, dia mengajukan 3 pertanyaan yg hanya boleh dijawab dengan akal. Artinya tidak boleh dijawab dengan dalil, karena dalil itu hanya dipercaya oleh pengikutnya, jika menggunakan dalil (naqli) maka justru diskusi ini tidak akan menghasilkan apa-apa...
Pertanyaan atheis itu adalah:
1. Siapa yg menciptakan Allah?? Bukankah semua yg ada di dunia ada karena ada penciptanya?? Bagaimana mungkin Allah ada jika tidak ada penciptanya??
2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum tanpa buang air?? Bukankah itu janji Allah di Syurga?? Jangan pakai dalil, tapi pakai akal....
3. Ini pertanyaan ketiga, kalau iblis itu terbuat dari Api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka?? Bukankah neraka juga dari api??
Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali seorang pemuda.
Pemuda itu menjawab satu per satu pertanyaan sang atheis :
1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Atheis itu diam membisu..
"Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yg Maha mencipta tapi tidak bisa diciptakan??"
2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita dulu?? Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di Syurga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air??
3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras. Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang atheis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab : "Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah..dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga..lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar?? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana Syetan dan Api neraka??
Sang athies itu ketiga kalinya terdiam...
Sahabat, pemuda tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak semua pertanyaan yg terkesan mencela/merendahkan agama kita harus kita hadapi dengan kekerasan. Dia menjawab pertanyaan sang atheis dengan cerdas dan bernas, sehingga sang atheis tidak mampu berkata-kata lagi atas pertanyaannya..
Itulah pemuda yg Islami, pemuda yg berbudi tinggi, berpengtahuan luas, berfikiran bebas...tapi tidak liberal... tetap terbingkai manis dalam indahnya Aqidah...
Ada yg berkata bahwa pemuda itu adalah Imam Abu Hanifah muda. Rahimahullahu Ta'ala..

Wednesday 7 October 2015

{Kuhadiahkan Nasehat Ini Untukmu Wahai Saudaraku}

{Kuhadiahkan Nasehat Ini Untukmu Wahai Saudaraku}
Wahai saudaraku, jika suatu hari engkau tidak mengetahui dimana engkau telah menabur benih tanaman, maka hujan akan memberitahumu di mana
engkau telah menanam..
Oleh karena itu taburlah benih kebaikan di atas bumi yang manapun, di bawah langit yang manapun, dan kepada siapapun, meskipun engkau tidak mengetahui di mana engkau akan menuainya dan kapan engkau akan menuainya..
Tanamlah kebaikan walaupun pada selain tempatnya, Tidak akan sia-sia suatu kebaikan di manapun ia ditanam..
ALANGKAH INDAHNYA MENABUR SEBUAH KEBAIKAN..
Niscaya engkau akan menuai hasilnya di dunia atau disimpan sebagai kebaikanmu di akherat kelak..
Janganlah engkau merenggut kebahagian seseorang dan janganlah engkau menindas perasaannya..
Umur kita terlalu singkat untuk hal-hal seperti itu..
Setiap perilaku baik selalu abadi selamanya meskipun pelakunya telah tiada. ..
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ' anhuma, bahwasanya Rosulullah shallallahu ' alaihi wasallam bersabda:
ﺧﻴﺮ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻧﻔﻌﻬﻢ ﻟﻠﻨﺎﺱ
" Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat diantara mereka untuk manusia ". ( HR. At Thabrani dalam Mu'jamul Ausath, Lihat Ash Shahihah no. 426 Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam Shahihut Targhib no. 3364)
Abu Qinan Aflaha/ Abu Hudzaifah At-Tamimiy

Tuesday 6 October 2015

mengapa Rasululloh Melarang Pria Memakai EMAS...."

TERJAWAB sudah mengapa Rasululloh Melarang Pria Memakai EMAS...."
 
Tentu kalian pernah mendengar kalau umat Islam melarang kaum pria memakai emas. Mungkin diantara kalian bertanya-tanya kenapa Islam melarang ya, padahal kan bukan barang haram.
Kalau haram tentu wanita juga dilarang memakai emas.
Ternyata bukan karena takut kaum wanita tersaingi tapi karena ada alasan lain yang baru bisa dibuktikan pada abad ke 20.
Berikut hadistnya.
Nabi Sallallahu Alaihi Wa sallam telah melarang kaum laki-laki memakai cincin emas [Al-Bukhari dan Muslim] masing-masing dari Al-Bara' bin Azib Radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wa sallam melihat seorang laki-laki memakai cincin emas di tangannya, maka beliau memintanya supaya mencopot cincinnya, kemudian melemparkannya ke tanah. Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhori dan Imam Muslim.
Ternyata diabad ke 20 Para ahli fisika telah menyelidiki hal ini dan kemudian menyimpulkan bahwa atom pada emas mampu "menembus" ke dalam kulit dan masuk ke dalam darah manusia, dan jika kita (pria) mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam kadar yang melebihi batas (dikenal dengan sebutan migrasi emas).
Dan apabila ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka akan mengakibatkan penyakit Alzheimer.
Sebab jika tidak di buang maka dalam jangka waktu yang lama atom emas dalam darah ini akan sampai ke otak dan memicu penyakit Alzheimer.
Alzheimer adalah suatu penyakit dimana orang tersebut kehilangan semua kemampuan mental dan fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil.
Alzheimer bukan penuaan normal, tetapi merupakan penuaan paksaan atau terpaksa.
Beberapa orang yang terkena penyakit Alzheimer adalah Charles Bronson, Ralph Waldo Emerson dan Sugar Ray Robinson.
Dan mengapa Islam membolehkan wanita untuk mengenakan emas ?
"Wanita tidak menderita masalah ini karena setiap bulan, partikel berbahaya tersebut keluar dari tubuh wanita melalui menstruasi." Itulah sebabnya Islam mengharamkan pria memakai emas dan membolehkan wanita memakai perhiasan emas.
Itulah alasan agama Islam melarang pria memakai emas, ternyata hal ini telah diketahui Rasulullah Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam 1400 tahun silam.
Padahal beliau tidak pernah belajar ilmu fisika dan tidak paham tentang fisika. Allahu Akbar.

Friday 25 September 2015

4 Syarat Poligami

4 Syarat Poligami
 
Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam.
Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi perempuan.
Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
1- Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)
2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah
Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)
3- Mampu menjaga para istrinya
Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4- Mampu memberi nafkah lahir
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Demikian tulisan singkat tentang poligami. Poligami adalah syariat mulia yang bisa bernilai ibadah. Namun untuk melaksanakan syariat tersebut membutuhkan ilmu, dan terpenuhi syarat-syaratnya. Jika anda merasa tidak mampu memenuhi 4 syarat di atas, maka jangan coba-coba untuk berpoligami.

Tuesday 22 September 2015

Nikmat Yang Nyaris Terlupakan.

Nikmat Yang Nyaris Terlupakan.
 
Seorang Syaikh berusia 80 thn mengalami infeksi pada
telinganya yang nyaris membuatnya tuli. Dokter
menyarankan untuk melakukan operasi atas telinganya supaya tidak kian menjadi tuli, dan syaikh itupun menerimanya.
Setelah operasi sukses, dan Syaikh itu bisa mendengar
kembali dengan jelas, maka datanglah tagihan biaya atas iperasi telinganya. Syaikh itu melihat tagihan
operasinya, tiba-tiba menangis. Dokter yang melihat sang Syaikh itu merasa iba dan mengatakan bahwa bila
tagihan itu terlalu tinggi maka ia akan membebaskan
biaya dokter.
Maka sang Syaikh menjawab: "Aku Bukan Menangis
Karena Uang Yang Akan Aku Keluarkan, Tapi Aku
Menangis Karena Allah Telah Memberiku Pendengaran
Yang Jelas Selama 80 Tahun, Namun Allah Tidak Pernah mengirimiku Tagihan."
Al-Hasyr : 19
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻛَﺎﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻧَﺴُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺄَﻧﺴٰﻯﻬُﻢْ ﺃَﻧﻔُﺴَﻬُﻢْ ۚ ﺃُﻭﻟٰٓﺌِﻚَ ﻫُﻢُ
ﺍﻟْﻔٰﺴِﻘُﻮﻥَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa
kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.

Saturday 19 September 2015

Pacarmu Bisa Menuntutmu Di Akhirat ‪

Pacarmu Bisa Menuntutmu Di Akhirat
 

Wahai aktivis pacaran kenapa kamu lebih suka taat pada janji pacarmu dibandingkan pada janji Allah? Apakah pacarmu bisa membantu bebas dari siksa Neraka? Ga bakalan! Kalau dia sudah tiba di akhirat kelak, maka dia akan sibuk mengurus dirinya sendiri supaya selamat dari siksa Allah. Dapat dipastikan tidak akan mungkin dia mencari kamu dulu.
Bahkan mungkin pacarmu akan menuntut, karena kamu sudah menjerumuskan dia ke dalam dosa atas nama cinta. Boro-boro pacar menyelamatkan kamu, dirinya saja belum tentu selamat. Di akhirat, semua orang sibuk mengurus diri mereka sendiri, tidak ada yang sempat mengurus orang lain. Jadi meskipun kamu berteriak ‘aku cinta kamu’ sampai mulutmu berbusa, dipastikan pacarmu tidak akan pernah menolong.
Ini buktinya surat Al-An’am ayat 94:
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa`at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).”
Jadi BO-HONG kalau saat ini pacarmu bilang ‘cintaku padamu sehidup semati’. Karena diakhirat pacar kamu akan sibuk mengurus dirinya sendiri. Jangankan di akhirat, sekarang saja, misalnya kamu mati, dia tidak akan mau ikut mati. Bahkan dia akan mencari yg lain lagi. Tertipu kan kamu?

Sebab-Sebab Hati Menjadi Lembut dan Mudah Menangis Karena Allah

Sebab-Sebab Hati Menjadi Lembut dan Mudah Menangis Karena Allah 
 
1. Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya
2. Membaca al-Qur’an dan merenungi kandungan maknanya
3. Banyak berdzikir kepada Allah
4. Memperbanyak ketaatan
5. Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang
6. Mengkonsumsi makanan yang halal
7. Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat
8. Sering mendengarkan nasehat
9. Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah
10. Meneteskan air mata ketika berziarah kubur
11. Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka
12. Berdoa
13. Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri
(Al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 18-33 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi)

Thursday 17 September 2015

AKU SANGAT MENCINTAIMU YA RASULALLAH

AKU SANGAT MENCINTAIMU YA RASULALLAH
 
Ketika mereka mengajak utk melestarikan ajaran nenek moyang, aku memilih melestarikan ajaran yg engkau bawa, karena menurutku engkaulah NENEK MOYANGKU yg paling mulia... engkaulah nenek moyang yg paling kucinta.
Ketika mereka mengajak utk memuliakan kyai, sehingga seringkali mereka memelintir sabdamu agar sesuai dg perkataan kyai... aku lebih memilih engkau sebagai MAHA KYAI, kubenarkan semua sabdamu, dan kuterima dg apa adanya sebagaimana dipahami para sahabatmu... sungguh akan kuplintir perkataan siapapun yg menyelisihi sabdamu... karena sabdamu adalah barometer utk perkataan semua kyai, siapapun dia dan darimanapun asalnya.
Ketika banyak kalangan menyuruh atau bahkan mengharuskan utk menghidupkan tradisi dlm masyarakat... aku lebih memilih utk menghidupkan TRADISI yg kau bawa, tradisi yg telah diperaktekkan oleh masyarakatmu, para sahabatmu... memang tradisi yg tdk bertentangan dg tradisimu akan kutolerir... bukan aku membenci tradisi daerahku, tp karena aku lbh mencintaimu dan tradisimu melebihi siapapun, melebihi tradisi manapun.
Ketika mereka mengajak beribadah dg ritual sesepuh yg sudah mendarah daging... aku lebih memilih dan mencintai RITUAL ibadah yg kau ajarkan, tidak akan kutambah krn tdk mungkin aku atau siapapun lebih pintar darimu... dan tidak ingin kukurangi, krn itu akan mengurangi pahalaku... bahkan andai ritual ibadah sesepuh itu sudah mendarah daging pada diriku, aku rela utk mengganti darah dan daging itu, karena aku memang sangat mencintaimu, engkaulah SESEPUHKU yg paling sempurna.
Ketika banyak orang merasa bangga dg budaya barat, aku memilih utk bangga dengan BUDAYAMU, karena budayamu itu mengumpulkan kesucian, kemuliaan, kewibawaan, keindahan, kebahagiaan, dan sifat penyempurna lainnya... aku mencintaimu, oleh karenanya aku merasa bangga dg budayamu.
Saking besarnya cintaku kepadamu, aku ikrarkan sebagaimana perkataan para sahabatmu: "Demi engkau kurelakan bapak ibu kami sebagai tebusan".
Semoga Allah meneguhkanku di atas jalanmu dan para sahabatmu... merekalah para salafku... hanya dengan itulah aku pantas berharap; semoga nanti dikumpulkan bersama mereka, di dalam FirdausNya, amin.

Wednesday 16 September 2015

MENCINTAI KARENA ALLAH

MENCINTAI KARENA ALLAH
 
Sahabat,
Pernahkah berfikir kenapa kita dipertemukan?
Allah mempertemukan kita untuk satu alasan.
Entah untuk memberi atau menerima.
Entah untuk belajar atau mengajarkan.
Entah untuk bercerita atau mendengarkan.
Entah untuk sesaat atau selamanya.
Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya.
Semua tidak ada yang sia-sia, karena Allah yang mempertemukan.
Hidup kita saling mengisi, bersinggungan.
Bisa jadi kehadiran kita adalah jawaban atas do'a-do'a sahabat kita, sebagaimana mereka pun adalah jawaban atas do'a-do'a kita.
Jika sudah menjadi takdir Allah, meski dengan jarak beribu-ribu kilometer kita tetap akan dipertemukan, dalam satu ikatan bernama UKHUWAH.
Disini, selalu membuatku ingin tetap tinggal, didalam hati dan do'a-do'a sahabat. Sampai detik ini kita hebat. Detik berikutnya semoga makin hebat.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah, terdapat orang-orang yang bukan Nabi, dan bukan pula Syuhada. Tetapi para nabi dan syuhada cemburu pada mereka di hari kiamat nanti, disebabkan kedudukan yang diberikan Allah kepada mereka".
"Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada kami, siapa mereka?"
Ujar sahabat: "Agar kami bisa turut mencintai mereka."
Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab :
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab di antara mereka. Demi Allah, wajah-wajah mereka pada hari itu bersinar bagaikan cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut, dan mereka tidak sedih di saat manusia sedih.”
(HR. Abu Dawud)
Dalam Hadits lain disebutkan:
"Di sekitar Arsy Allah ada menara-menara dari cahaya, didalamnya terdapat orang-orang yang pakaiannya dari cahaya, wajah-wajah mereka bercahaya, mereka bukan Nabi atau pun Syuhada. Para Nabi dan syuhada iri kepada mereka".
Ketika ditanya para sahabat:
“Siapakah mereka itu ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab:
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling berkunjung karena Allah.” (HR. Tirmidzi)
Semoga kita adalah golongan orang-orang yang dicemburui oleh para Nabi dan Syuhada.
Semoga ukhuwah kita yang terjalin dilandasi oleh kasih sayang dan saling mencintai karena Allah.

JALAN MENUJU ALLAH

JALAN MENUJU ALLAH

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata :
Jalan menuju Allah adalah jalan dimana :
- Adam kelelahan…
- Nuh mengeluh…
- Ibrahim dilempar ke dalam api…
- Ismail dibentangkan untuk disembelih…
- Yusuf dijual dengan harga murah dan dipenjara selama beberapa tahun…
- Zakaria digergaji…
- Yahya disembelih…
- Ayub menderita penyakit…
- Daud menangis melebihi kadar semestinya…
- Isa berjalan sendirian…
عليهم السﻻم جميعا
Dan..
- Muhammad صلى الله عليه وسلم mendapatkan kefakiran dan berbagai gangguan…

Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai ria dan bermain-main?
Demi Allah takkan pernah bisa terjadi.

Tuesday 15 September 2015

CARA ALLÂH SUBHANAHU WA TA'ALA MENJAGA DAN MEMELIHARA AS-SUNNAH ?

BAGAIMANA CARA ALLÂH SUBHANAHU WA TA'ALA MENJAGA DAN MEMELIHARA AS-SUNNAH ?
 

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat حَفِظَهُ الله تَعَالَى
Sebagai seorang Muslim kita wajib meyakini bahwa semua yang ada dalam al-Qur'an itu adalah haq, baik berupa kabar maupun janji-janji dan ancaman. Termasuk diantaranya adalah janji Allâh Azza wa Jalla untuk menjaga keaslian agama ini, dengan menjaga keaslian sumbernya yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Sebagaimana firman-Nya :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya [al-Hijr/15:9]
Penjagaan terhadap al-Qur’ân dalam ayat ini mencakup penjagaan terhadap hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .-red
Kita sudah meyakini hal ini, namun terkadang ada pertanyaan yang dimunculkan oleh orang-orang tertentu dengan berbagai maksud dan tujuan. Diantara pertanyaan itu, "Bagaimana cara Allâh menjaga dan memelihara as-Sunnah ?" Jika pertanyaan ini dilontarkan kepada saya, maka saya akan memberikan jawaban yang sangat mendasar sekali dari para Ulama’ ialah :
Pertama : Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepada umat ini sebuah ilmu yang sangat besar lagi sangat agung yang telah menjadi kekhususan bagi umat ini. Karena memang Allâh Azza wa Jalla tidak pernah memberikanya kepada umat umat sebelum umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ilmu ini menjadi kemuliaan secara khusus bagi umat ini. Ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu sanad atau isnad. Sebuah ilmu untuk mengetahui secara bersilsilah atau berantai jalanya orang-orang yang meriwayatkan suatu riwayat dari fulan ke fulan dan seterusnya. Sehingga dengan sebab isnad dapat dibedakan dengan jelas dan terang antara ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Antara yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan yang disandarkan kepada selain beliau n seperti yang disandarkan kepada para shahabat atau tâbi’în atau tâbi’ut tâbi’în dan seterusnya. Apabila sebuah riwayat tidak ada sanad atau isnadnya maka para imam ahli hadits seperti Bukhâri dan lain lain akan menolaknya dan tidak mau menerimanya. Dan mereka mengatakan bahwa riwayat ini tidak ada asal asulnya dan dimasukkan ke dalam golongan hadits-hadits palsu.
Oleh karena itu dahulu para Ulama’ kita mengatakan – dan perkataan mereka ini merupakan kaidah yang sangat besar dalam Islam tentang ilmu riwayat atau naql. Abdullah bin Mubârak rahimahullah mengatakan :
اْلإسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ لَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
Isnad itu bagian dari agama. Kalau sekiranya tidak ada isnad, niscaya siapa saja dapat mengatakan apa saja saja yang ia mau katakan [Riwayat Imam Muslim dalam muqaddimah kitab Shahîhnya]
Ya benar, kalau sekiranya tidak ada isnad, pastilah siapa saja dapat mengatakan apa yang dia mau katakan. Jika demikian, kita pasti tidak dapat membedakan mana yang hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mana yang bukan ? Manakah riwayat-riwayat yang sah dan manakah riwayat-riwayat yang lemah atau sangat lemah atau bahkan palsu ?
Kemudian, siapakah yang meriwayatkannya ?Apakah yang meriwayatkannya orang-orang yang terpercaya dalam masalah agama dan ilmunya ? Ataukah riwayat itu datang dari orang-orang yang fasiq, atau dari para pembohong yang biasa berbohong, atau dari para pemalsu hadits yang dengan sengaja memalsukan hadits atas nama Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan seterusnya dalam segala cabang ilmu yang sampai kepada kita dengan jalan berita atau riwayat. Semuanya terjawab dengan ilmu yang mulia ini, yang menjadi kekhususan bagi umat ini. Oleh karena itu, ilmu hadits dan ahli hadits demikian mulianya. Namun sedikit sekali orang yang mengetahuinya, mempelajarinya dan mengajarkannya sebagaimana telah ditegaskan oleh Imam Bukhâri amîrul Mukminîn fil hadits dalam sebuah perkataan emasnya yang akan datang insyâ Allâhu.
Kedua : Allâh Azza wa Jalla telah memberikan ilmu hadits yang sangat besar dan sangat mulia kepada sebagian Ulama kemudian membangkitkan mereka untuk memeriksa setiap riwayat atau hadits yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Merekalah, para imam ahli hadits yang sangat terhormat dan mulia kedudukan mereka dalam Islam. Karena merekalah yang dimaksud oleh Nabi yang mulia n atau yang mengambil bagian terbesar dari yang dimaksudkan beliau thâ’ifah manshûrah. Madzhab mereka terkenal dengan madzhab ahlu hadits, baik secara aqidah maupun fiqh dan seterusnya. Karena yang mereka ikuti tidak lain melainkan sunnah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Apabila hadits yang sampai kepada mereka telah sah, maka itulah madzhab mereka sebagaimana telah ditegaskan oleh imam Syâfi’i rahimahullah , salah seorang pembesar ahli hadits yang dijuluki sebagai nâshirus sunnah (pembela sunnah). Apa yang saya katakan ini pada hakikatnya adalah perkataan para Ulama’ kita yang dahulu sebagaimana yang telah di tegaskan oleh imam Bukhâri t dalam sebuah perkataan emasnya, "Kaum Muslimin yang paling utama ialah seorang yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mati. Maka bersabarlah wahai ahli hadits , semoga Allâh merahmati kamu, karena sesungguhnya (jumlah) kamu adalah yang paling sedikit di antara manusia" [1]
Seorang penyair pernah mengatakan tentang ahli hadits (yang artinya) :
Sesungguhnya kami dahulu menghitung mereka (ahli hadits) sangat sedikit sekali.
Maka seseungguhnya sekarang mereka lebih sedikit dari yan paling sedikit”
Oleh karena itu di bawah ini saya ingin menerangkan sebagian dari para ahli hadits, yaitu ahli jarh wat ta’dîl, yang perkataan mereka menjadi dasar dan hujjah yang kuat. Kemudian dari mereka, kita mengetahui mana rawi yang tsiqah dan dha’îf dan seterusnya.
Diantaranya seperti Sa’îd bin Musayyab, Sa’îd bin Zubair, Abdurrahman bin Hurmuz yang terkenal dengan nama al-A’raj, Abu Shâlih Dzakwân as-Sammân, Hasan bin Abi Hasan yang terkenal dengan nama Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirin, Anas bin Sirin, Abul ‘Aliyah ar-Riyâhi yang namanya Rufai’ bin Mahrân, Mâlik bin Dinar, Amir bin Syarâhîl yang terkenal dengan nama asy-Sya’bi, Ibrahim bin Yazid bin Qais al-Aswad yang terkenal dengan nama Ibrahim an-Nakhâ’i, Masrûq bin al-Ajda’ bin Mâlik, Rabi’ bin Hutsaim Abu Zaid, Hammad bin Abi Sulaiman, Sa’ad bin Ibrahim az-Zuhri, Muhammad bin Muslim az-Zuhri yang terkenal dengan nama az-Zuhri atau Ibnu Syihab, Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtiyâni yang terkenal dengan nama al-A’mâsy. Mereka semua yang saya sebutkan di atas adalah dari kalangan tâbi’în, baik tâbi’în dari thabaqah kubra (tingkatan tâbi'în besar) seperti Sa’id bin musayyab; Atau tâbi’în dari thabaqah wustha (tingkatan tâbi’în yang sedang atau tengah-tengah) seperti Hasan al-Bashri; Atau tâbi’în dari thabaqah shughra (tingkatan tâbi’în yang kecil) seperti al-A’masi.
Kemudian thabaqah yang sesudahnya seperti Syu’bah bin Hajjaj, Sufyan bin Said ats-Tsauriy yang terkenal dengan nama Sufyan ats-Tsauriy atau ats-Tsauriy saja, Abdurrahman bin Amr al-Auzâ’i yang terkenal dengan nama al-Auzâ’i, Mâlik bin Anas yang terkenal dengan nama Mâlik bin al-Imâm, Husyaim bin Basyîr, Sufyân bin ‘Uyainah, Yahya bin Said al-Qahthân, Abdullâh bin Mubârak, Waki’ bin Jarrah, Abdurrahman bin Mahdi, Muhammad bin Idris asy-Syâfi’i dan yang selain mereka banyak sekali. Semua yang saya sebutkan di atas adalah dari kalangan tâbi’ut tâbi’în, baik tâbi’ut tâbi’în dari thabaqah kubra (tingkatan tâbi’ut tâbi’în besar) seperti Sufyân ats-Tsauriy dan Imam Mâlik; Atau tâbi’ut tâbi’în dari thabaqah wustha (tingkatan tâbi’ut tâbi’în yang sedang atau tengah-tengah) seperti Sufyân bin ‘Uyainah; Atau tâbi’ut tâbi’în dari thabaqah shughra (tingkatan tâbi’ut tâbi’în yang kecil) seperti Imam asy-Syâfi’i.
Kemudian thabaqah yang sesudah tâbi’ut tâbi’în, yaitu yang mengambil hadits dari tâbi’ut tâbi’în, mereka tidak bertemu dengan Tâbi’în, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Ali bin Abdullah bin Ja’far al-Madîni yang terkenal dengan nama Ali bin Madini, Yahya bin Ma’în, Abdurrahman bin Ibrahim ad-Dimasyqi yang terkenal dengan nama Duhaim, Ishaq bin Ibrahim ar-Râhuwaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Amr bin Ali al-Fallâs dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudahnya yaitu yang mengambil dari mereka seperti Muhammad bin Ismail al-Bukhari yang terkenal dengan al-Imam al-Bukhari, juga Imam Muslim, Abu Zur’ah ‘Ubaidullah bin Abdul Karim ar-Râzi, Muhammad bin Idris Abu Hatim ar-Râzi, Abu Dawud dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Tirmidzi, Abdullah bin Ahmad bin Hambal, Ibnu Mâjah, Abu Ya’lâ al-Maushiliy dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Ibnu Khuzaimah, Ibnu Jarîr ath-Thabari, ad Dulâbi, Zakariya bin Yahya as-Sâji, Ibnul Jârud dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaiu ath-Thahâwi, al-‘Uqaili, Ibnu Abi Hâtim dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Ibnu Hibbân, ath-Thabraniy, Ibnu ‘Adi dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu ad-Daraquthniy, al-Hâkim, Ibnu Syâhin dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu al-Baihaqi, al-Khathîb al-Baghdadi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian Imam Ibnul Jauzi, Imam al-Mundziri, Imam an-Nawawi, dan yang selain mereka banyak sekali [2].
Kemudian Imam al-Mizzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, adz-Dzahabi, al-Birzâli, Ibnu Qayyim, Ibnu Abdil Hâdi, Ibnu Katsîr. Mereka ini adalah guru dan murid yang berkumpul di madrasah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Kemudian Imam Ibnu Rajab al-Hambali, Imam al-‘Irâqi (guru al-Hafidz Ibnu Hajar), Imam az-Zailâ’i, Imam al-Haitsami.
Kemudian al Hafidz Ibnu Hajar, Imam al ‘Ainiy dan lain-lain.
Kemudian Imam As Suyuthi dan lain-lain. Kemudian yang selain mereka dari zaman ke zaman. Kemudian yang ada pada zaman kita ini adalah dua orang Imam ahli hadits besar, mujtahid mutlak, Imam ahli jarh wat ta’dil yaitu Syaikhul Imam Muhaddits Ahmad Muhammad Syakir dan Syaikhul Imam Muhammad bin Nashiruddin al-Albâni.
Perkataan para Imam ahli hadits yang saya sebutkan di atas dari tâbi’în dan tâbi’ut tâbi’în dan thabaqah yang sesudahnya dan seterusnya semuanya dalam rangka membela dan mempertahankan Sunnah dan Hadits Nabi yang mulia n agar tidak dimasuki sesuatu yang bukan dari beliau n , baik dengan sengaja seperti perbuatan para pendusta dan pemalsu hadits, atau di sebabkan karena kekeliruan dan berbagai sebab lainnya. Mereka telah memberikan pujian (ta’dîl) dan celaan (jarh) terhadap rawi-rawi hadits, mana diantara mereka yang tsiqah (terpercaya dalam agamanya dan ilmunya) dan mana yang lemah (dha’if) dengan berbagai macam cabang kelemahannya; misalnya kelemahan seorang rawi dimulai dari yang paling parah yaitu para pendusta yang telah memalsukan hadits-hadits atas nama Nabi kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian mereka yang biasa berbohong di dalam pembicaraannya. Kemudian mereka yang fasiq yang mengerjakan dosa-dosa besar, selanjutnya para pengikut hawa nafsu dari ahli bid’ah yang mengajak kepada bid’ahnya. Kemudian dari jurusan hafalannya, apakah sering salah, waham dan buruk hafalannya dan seterusnya.
Semua yang mereka sampaikan itu kembali kepada satu tujuan yaitu pembelaan serentak secara besar-besaran terhadap sunnah Nabi yang mulia n . Dengannya kaum Muslimin dapat mengetahui dengan jelas dan terang, apakah hadits tersebut sah atau tidak ?
MEMBELA SUNNAH ADALAH JIHAD[3]
Ketahuilah wahai saudaraku, membela dan mempertahankan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan jihad yang besar, khususnya pada zaman kita sekarang ini. Kalau Yahya bin Ma’in seorang amirul Mukminîn fil hadits, Imamnya jarh wat ta’dil saja telah mengatakan pada zaman beliau masih hidup (beliau wafat pada tahun 233 H), "Mempertahankan dan mengadakan pembelaan terhadap Sunnah (Nabi) lebih utama dari jihad fi sabilillah (perang).”
Lalu, sekarang … pada zaman ini … Apakah yang akan kita katakan setelah berlalu tiga belas abad dari zaman Ibnu Ma’in ?!
Sekarang, simaklah dan perhatikanlah baik-baik sedikit dari sekian banyak pekataan para imam dalam menyingkap keadaan rawi, mana yang tsiqah dan mana yang dha’if ?
1. Abdullah bin Mubârak seorang tâbi’ut tâbi’în amîrul Mukminin fil hadits pernah menerangkan keadaan seorang (rawi), lalu beliau rahimahullah berkata, “Dia itu seorang pembohong.” Kemudian beliau ditegur oleh seorang laki-laki, “Wahai Abu Abdirrahman, kamu telah melakukan ghibah (menggunjing)!”
Abdullâh bin Mubârak kemudian mejawab dengan jawaban yang patut dicatat dengan tinta emas, karena jawaban beliau dikemudian hari menjadi kaidah umum tentang ilmu jarh wat ta’dil, "Diamlah engkau! Apabila kami tidak menjelaskan (keadaan rawi), bagaimanakah dapat diketahui yang haq dari yang bathil?”
Dalam riwayat lain, Abdullah bin Mubârak pernah menerangkan keadaan seorang rawi yang bernama al-Mu’alla bin Hilal, sebagai seorang pembohong. Lalu sebagian dari kaum sufiyyah telah menegur beliau, "Hai Abu Abdirrahman, engkau telah melakukan ghibah!" Kemudian Abdullah bin Mubarak menjawab seperti di atas.
2. Kemudian dari Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal yang dijuluki oleh para Ulama sebagai Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah pernah ditanya oleh seorang yang bernama Muhammad bin Bundar, "Wahai Abu Abdillah, sesungguhnya sangatlah memberatkan saya untuk mengatakan bahwa si fulan itu adalah seorang pendusta ?”
Imam Ahmad menjawab dengan jawaban yang sama dengan jawaban Abdullah bin Mubarak yang patut dicatat dengan tinta emas, karena jawaban beliau menjadi kaidah umum tentang ilmu jarh wat ta’dil, "Apabila engkau diam dan akupun diam (dari menjelaskan tercelanya seorang rawi demikian juga ta’dilnya), maka kapankah orang yang jahil dapat mengetahui (hadits) yang shahih dari (hadits) yang sakit (dha’if).”
Dan perbuatan ini bukanlah ghibah sebagaimana telah dituduhkan oleh orang-orang yang tidak tahu tentang ilmu yang mulia ini. Karena tujuan atau maksud dari para Imam ahli hadits dalam menjarh rawi adalah menyampaikan nasehat demi membela dan menjaga agama Islam agar tidak kemasukan sesuatu yang tidak berasal dari Agama.
Ibnu ‘Ulayyah pernah berkata tentang jarh (menerangkan cacat dan cela seorang rawi hadits), "Sesungguhnya ini adalah amanat bukan ghibah.”
Abu Zur’ah ad-Dimasyqi pernah mengatakan, "Aku pernah mendengar Abu Mushir ditanya tentang keadaan seorang rawi yang salah dan waham serta tashhif (salah tulis dalam hadits) ? Beliau menjawab, “Jelaskanlah keadaannya !” Lalu aku bertanya kepada Abu Mushir, “Apakah kamu menganggap yang demikian itu perbuatan ghibah ?” Beliau menjawab, “Tidak.”
Abdullah bin Ahmad bin Hambal mengatakan, "Abu Turab an-Nakhsyabiy pernah datang menemui bapakku (Imam Ahmad bin Hanbal), lalu bapakku mulai (menjelaskan keadaan rawi dengan) berkata bahwa, “Si fulan dha’if (lemah), sedangkan si fulan tsiqah (terpercaya).”
Lalu Abu Turab menegurnya, “Wahai Syaikh, janganlah engkau mengghibahkan Ulama !” Kemudian bapakku menoleh kepadanya dan menjawab, "Kasihan kau ! Ini nasehat bukan ghibah.”[4]
Semua ini berpulang kepada satu kaidah besar dalam Islam, yaitu memulangkan sesuatu kepada ahlinya. Orang yang tidak ahli tidak boleh dan tidak dibenarkan berbicara tentang sesuatu disiplin ilmu yang ada dalam Islam. Karena hal itu akan menimbulkan kerusakan di atas kerusakan yang bertumpuk. Atau paling tidak kerusakannya jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Ini kalau kita perkirakan ada kemanfaatannya. Bagaimana halnya kalau semuanya adalah kerusakan dan kebinasaan !!! Kewajiban bagi orang yang tidak atau belum tahu adalah bertanya kepada ahlinya, bukan membantahnya atau menegurnya seperti orang yang menegur amîrul Mukminin fil hadits Abdullâh bin Mubârak dan Imam Ahmad bin Hambal ketika keduanya sedang menjelaskan mana rawi yang tsiqah dan mana rawi yang dha’if. Karena kebodohan yang mereka diamkan, lalu mereka menuduh para Imam ahli hadits telah mengghibahkan manusia khususnya para Ulama !? Padahal perbuatan itu bukanlah ghibah!!! Akan tetapi sebuah nasehat Agama yang sangat besar sekali manfaatnya demi memelihara, menjaga serta mempertahankan Sunnah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membuat iblis bersama bala tentaranya dan para pengikutnya dari para pemalsu hadits terkapar tidak berdaya berhadapan dengan para mujahid besar para Imam ahli hadits. Para Imam itu telah menghabiskan umur mereka untuk membela dan mempertahankan Sunnah Nabi kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Amat menakjubkan dan mengharukan saya apa yang telah dilakukan oleh seorang ahli hadits besar pada abad ini tanpa khilaf lagi, bahkan saya kira tidak berlebihan kalau saya sering mengatakan dan menjuluki beliau sebagai seorang amirul Mukminin fil hadits pada abad ini, yaitu Muhammad Nashiruddin al-Albani. Beliau telah mentahqiq dan mentakhrij ulang kitab Targhîb wat Tarhîb karya besar al-Imam al-Mundziriy pada usia delapan puluh lima tahun sebagaimana beliau jelaskan sendiri di muqaddimah Shahih Targhib Wat Tarhib (hlm. 12).
Saya katakan seperti itu tidaklah dengan serta merta, bukan taqlid buta seperti orang yang sedang memuji dan menyanjung seseorang padahal dia tidak mengetahui keadaan orang yang dipuji dan disanjungnya !!! Tetapi saya mengatakan seperti ini setelah saya mengadakan penelitian dan pendalaman yang terus-menerus dan berkepanjangan dalam safar ilmiyyah yang sangat melelahkan melihat kepada metoda takhrîj Syaikh Albani lebih dari seperempat abad lamanya. Kalau saudara bertanya kepada saya, misalnya tentang sebuah hadits, apakah hadits tersebut telah disahkan oleh al-Albani atau tidak ? Apakah hadits tersebut ada di kitab al-Albani dan di kitabnya yang mana? Tentu sebagiannya atau bahkan sebagian besarnya saya jawab, "Tidak tahu!" Tetapi kalau saudara bertanya kepada saya tentang metoda takhrîj hadits Albani dan ilmu hadits beliau yang demikian tingginya, maka –insyâ Allâhu Ta’ala- saya mampu menjawab sebagiannya atau sebagian besarnya, baik secara umum metoda takhrij hadits di kitab-kitab beliau yang ada pada saya dan dapat saya pelajari maupun secara khusus perkitab seperti Irwâ’ atau Silsilah dan lain-lain. Tetapi ingat! Kita tidak pernah memalaikatkan Albani sebagaimana pernah dituduhkan seperti itu kepada kami oleh seorang yang telah membantah imam besar ini tanpa ilmu kecuali memuntahkan apa yang ada padanya.
Ketahuilah! Ini adalah sebuah penelitian dari Diraasah ilmiyyah bukan taqlid. Karena saya –insyâ Allâh - bukanlah muqallid bagi salah seorang imam atau salah satu madzhab. Karena memang demikianlah manhaj ilmiyyah para imam ahli hadits termasuk al-Albani pada abad ini. Meskipun kita mengetahui secara pasti bahwa beliau adalah imam besar seperti saudara-saudaranya sesama Ulama yang dapat salah dan benar karena tidak ada yang ma’shum kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Begitulah para Imam ahli hadits dari zaman ke zaman sampai tubuh mereka yang telah tua renta tidak sanggup lagi membawa ilmu mereka. Dan itulah salah satu contoh dari seorang imamul jarh wat ta’dil pada abad ini Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani semoga Allâh mengampuninya dan merahmatinya dan memasukkannya ke dalam surga firdaus. Alangkah besar pembelaannya terhadap hadits Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Bagaimana dengan para Imam ahli hadits sebelumnya seperti al-Hâfidz Ibnu Hajar rahimahullah, yang dikatakan bahwa para wanita tidak sanggup lagi melahirkan anak yang sepertinya.
Kemudian bagaimana dengan adz-Dzahabiy Syaikhul jarh wat ta’dil. Al-Hâfidz Ibnu Hajar pernah meminum air zamzam memohon kepada Allâh Azza wa Jalla martabat hapalan seperti Imam adz-Dzahabi. Dan Dzahabiy sendiri pernah mngatakan dalam sebuah kitabnya setelah beliau menjelaskan thabaqatul muhadditsin (tingkatan para ahli hadits) mutaqaddimin (yang terdahulu), “ Bahwa orang yang kecil hapalannya pada zaman mereka adalah orang yang palingh hafizh pada zaman kita!!!” (yakni pada zaman Dzahabiy). Padahal Dzahabiy pernah mengatakan tentang keutamaan gurunya yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, kalau ada hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyyah maka bukanlah hadits. Sebuah pujian yang benar bukan omong kosong. Pujian yang beralasan bukan isapan jempol. Pujian yang nyata bukan hayalan. Adz Dzahabiy sungguh telah menyaksikan Syaikhul Islam dengan mata kepalanya akan ketinggian ilmu haditsnya yang tidak ada tandingannya yang telah diakui kealimannya oleh kawan maupun lawan, baik yang se zaman maupun yang sesudahnya. Meskipun demikian Dzahabiy mengatakan, “Bahwa orang yang kecil hapalannya pada zaman mereka adalah orang yang palingh hafizh pada zaman kita!!!”.... Allahu Akbar !!!
Kita kembali ke pokok pembahasan.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa mengambil sesuatu dari ahlinya merupakan salah satu kaidah besar dalam Islam yang telah ditinggalkan, terutama pada zaman kita sekarang ini. Lebih khusus lagi dalam masalah hadits, sebuah masalah besarnya karena berfungsi sebagai penafsir al-Qur’an. Sehingga mustahil bagi seseorang untuk memahami al-Qur’ân tanpa as-Sunnah atau Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perhatikanlah firman Allah Azza wa Jalla berikut ini :
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (tentang nabi dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui, [An-Nahl/16:43]
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), "Sesungguhnya al-Qur'ân ini tidak turun untuk mendustakan sebagian (ayat)nya dengan (ayat) lainnya, bahkan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Maka apa yang kamu ketahui, amalkanlah ! Dan apa-apa yang tidak kamu ketahui, maka kembalikanlah kepada orang yang mengetahuinya (yang alim tentang al-Qur'ân)”.
Hadits shahih yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Mâjah dan lain-lain.
Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini merupakan kaidah besar dalam masalah keharusan mengembalikan segala permasalahan kepada ahlinya. Sekarang kita sedang berbicara tentang jarh wa ta’dîl (celaan dan pujian terhadap rawi hadits) dan yang berhubungan dengannya, maka kewajiban kita adalah mengembalikan masalah ini kepada ahlinya, bukan kepada orang yang tidak tahu. Dari sini kita mengetahui, siapa saja yang berbicara tentang hadits sementara dia bukan ahlinya ,maka wajib ditolak dan tidak boleh diterima sama sekali serta wajib diumumkan di hadapan manusia bahwa dia orang yang tidak tahu menahu tentang hadits.
Perhatikalah beberapa atsar di bawah ini !
a. Dari Abu Abdirrahman as-Sulamy (dia berkata), "Bahwasannya Ali pernah mendatangi seorang qadhi lalu bertanya kepadanya, “Apakah engkau mengetahui nâsikh dan mansûkh ?” Qadhi menjawab, "Tidak.” Kemudian Ali Radhiyallahu anhu berkata, "(berarti) Engkau telah binasa dan membinasakan (orang).” [Riwayat Baihaqi dalam kitab sunannya ,10/117]
b. Dari Mis’ar, ia berkata, "Aku pernah mendengar Sa’ad bin Ibrahim berkata, 'Tidak boleh menceritakan dari Rasûlullâh kecuali orang-orang yang tsiqah (terpercaya).” [Riwayat Imam Muslim dalam muqaddimah Shahihnya (1/11-12)]
c. Abu Zinâd mengatakan, "Aku jumpai di Madinah seratus orang, semuanya orang-orang yang amanat, (akan tetapi) tidak satupun hadits diambil dari mereka, dikatakan bahwa mereka bukan ahlinya (yakni bukan ahli hadits)”. [Riwayat Muslim di muqaddimah Shahihnya (1/11)]
d. Dari Sulaiman bin Musa , dia berkata, "Aku bertemu dengan Thawus, lalu aku berkata kepadanya, 'Si fulan telah menceritakan kepadaku (hadits) ini dan itu, ((Bolehkah aku menerima riwayatnya) ?'
Thâwus menjawab, "Jika temanmu itu seorang rawi tsiqah, maka terimalah riwayat darinya.” [Riwayat Muslim di muqaddimah Shahîhnya (1/11)]
e. Berkata Yahya bin Sa’id (al Qaththan), "Aku pernah bertanya kepada Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah, Malik dan Ibnu Uyainah tentang seorang Rawi yang tidak tsabit (tidak kuat atau lemah) dalam (riwayat) haditsnya. Kemudian datang seorang kepadaku bertanya tentang orang tersebut (yakni tentang rawi yang dha’if itu, apakah boleh aku kabarkan kepadanya bahwa rawi tersebut dha’if) ?”
Jawab mereka, "Kabarkan kepadanya bahwa orang tersebut tidak tsabit (tidak kuat).” [Riwayat Muslim di muqaddimah Shahîhnya (1/13)]
f. Berkata Imam Malik, "Ilmu itu tidak boleh diambil kecuali dari ahlinya”. (Rijâlul Muwaththa’ oleh Imam Suyuthi)
Ayat al-Qur’an dan hadits di atas serta beberapa atsar dari shahabat, tâbi’în dan tâbi’ut tâbi’în menjelaskan kepada kita :
Pertama : Memulangkan segala sesuatu kepada ahlinya, khususnya dalam urusan hadits yang merupakan masalah besar.
Kedua : Ttidak boleh menceritakan dari Rasulullah kecuali orng-orang yang tsiqah. Tsiqah artinya adil dan Dhabith. Adil ialah orang yang baik agamanya, bukan orang fasiq dan tidak taat. Sedangkan dhabith ialah hafal hadits, baik hafalan luar kepala ataupun hafalan kitab, serta dia ahli dalam hadits, sebagaimana telah saya terangkan di kitab Mushtalahul hadits.
Ketiga : Hadits tidak boleh diterima dari orang yang bukan ahlinya bahkan wajib ditolak.
Keempat : Wajib mengumumkan orang-orang yang dha'if dan bodoh dalam hadits terlebih para ahli bid’ah yang senantiasa menentang hadits.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Al-Jami' li Akhlaqir Raawi wa Adabis Sami' oleh Imam al-Khathib al-Baghdadi 1/168, ditahqiq oleh Doktor Muhammad Ajaaj al-Khathib
[2]. Bacalah muqaddimah al-Kamilfi Dhu'afaair Rijal oleh Ibnu 'Adi ak-Mu'in fi Thabaqatil Muhadditsin oleh Imam adz-Dzahabi; Muqaddimah Taqribut Tahdzib oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan muqaddimah al-Jarhu wat Ta'dil oleh Imam Abi Hatim
[3]. Sub judul ini dari redaksi
[4]. Semua riwayat diatas telah dijelaskan oleh Imam al-Khatib Baghdadi dalam kitab al-Kifaayah fi 'Ilmir Raayah. Lihat Syarah 'Ilal Tirmidzi oleh Ibnu Rajab 1/46 dan seterusnya ditahqiq oleh Doktor Nuruddin 'Itr.

BAHASAN :
HomeAdab Dan PerilakuAhkamAhkam : HududAkhlakAktualAktual : WahhabiAl-IlmuAl-Ilmu : Qawaid FiqhiyahAl-Masaa'ilAl-Masaa'il : Dialog Pemikiran-1Al-Masaa'il : Dialog Pemikiran-2Al-Masaa'il : Dialog Pemikiran-3Al-Masaa'il : JihadAl-Masaa'il : PolitikAl-Masaa'il : PropagandaAl-Masaa'il : TerorismeAl-Qur'anAl-Qur'an : IlmuAl-Qur'an : TafsirAlwajiz : Haji & UmrahAlwajiz : Hukum & PidanaAlwajiz : JenazahAlwajiz : Jual BeliAlwajiz : MakananAlwajiz : NikahAlwajiz : PuasaAlwajiz : ShalatAlwajiz : Shalat SunnahAlwajiz : Sumpah & JihadAlwajiz : ThaharahAlwajiz : Wasiat & WarisAlwajiz : ZakatBahasan : AqidahBahasan : Asmaaul HusnaBahasan : AssunnahBahasan : Bai'atBahasan : Bid'ahBahasan : Hadits (1)Bahasan : Hadits (2)Bahasan : ManhajBahasan : Sirah NabiBahasan : SyakhshiyahBahasan : TauhidBahasan : Uswah NabiDakwahDakwah : FiraqDakwah : HizbiyyahDakwah : Kepada KafirDakwah : Nahi MungkarDakwah : Perpecahan !Dakwah : SyubhatFiqih : Bisnis & RibaFiqih : Haji & UmrahFiqih : Hari RayaFiqih : Jenazah & KematianFiqih : Jual BeliFiqih : Kurban & AqiqahFiqih : MakananFiqih : MediaFiqih : NasehatFiqih : NikahFiqih : Nikah & TalakFiqih : PuasaFiqih : Puasa SunnahFiqih : ShalatFiqih : Shalat Jum'atFiqih : SumpahFiqih : Waris & WaqafFiqih : ZakatFokus : FatawaFokus : MabhatsFokus : WaqiunaKitab : Al-Ushul Ats-TsalatsahKitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)Kitab : As-SunnahKitab : Dasar IslamKitab : Hari Kiamat (1)Kitab : Hari Kiamat (2)Kitab : Kunci RizkiKitab : Manhaj SalafKitab : Nikah - SakinahKitab : Nikah Beda Agama?Kitab : Nikah Dari A - ZKitab : Puasa NabiKitab : Qadha & QadarKitab : Rifqon Ahlus SunnahKitab : Shalat TahajjudKitab : Tanya Jawab Al-Qur'anKitab : Tauhid Prioritas UtamaRisalah : AnakRisalah : Do'a & DzikirRisalah : Gambar, MusikRisalah : HukumRisalah : KeluargaRisalah : Orang TuaRisalah : Pakaian, HiasanRisalah : Rizqi & HartaRisalah : Sakit, ObatRisalah : Sihir, DukunRisalah : Tazkiyah NufusWanita : Darah WanitaWanita : Fiqih ShalatWanita : KesehatanWanita : KonsultasiWanita : MuslimahWanita : ThaharahWanita : Wasiat

MENGAGUNGKAN SUNNAH

MENGAGUNGKAN SUNNAH
 
Oleh
Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As-Suhaibani
Allah Ta’alah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ
Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminah untuk memiliki pilihan apabilah Allah dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan.. [Al-Ahzab:36]
مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ
Barang siapa mentaati Rasul, maka sungguh ia telah mentaati Allah…[An-Nisa:80]
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzab:21]
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ
Dan jika taat kepadanya (Rasulullah), niscaya kamu mendapat petunjuk, dan tidak lain kewajiban Rasul itu kecuali menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [An-Nur : 54]
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasulullah), takut akan di timpa fitnah (cobaan) atau di timpa adzab yang pedih. [An-Nur:63]
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالَكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [Al-Hujurat:2]
Ibnul Qoyyim berkata dalam mengomentari ayat ini : “Maka Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugurnya amalan-amalan mereka, disebabkan mengeraskan suara kepada Rasulallah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana sebagian mereka mengeraskan suara atas sebagian lainnya. Hal ini bukanlah menunjukan kemurtadan, akan tetapi (hanya) merupakan kemaksitan yang dapat menggugurkan amal, sedangkan pelakunya tidak merasakannya.[1]
Maka bagaimana terhadap orang yang mendahulukan perkataan, petunjuk dan jalan selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas perkataan, petunjuk dan jalan beliau?! Bukankah hal ini telah menggugurkan amalannya sedang ia tidak merasakannya ?!!.[2]
Dari ‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu 'anhu ia berkata :
وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهْ وَ سَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberi nasehat kepada kami dengan suatu nasehat yang menggetarkan hati-hati dan mencucurkan air mata. Maka kami berkata : “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, oleh karena itu berilah wasiat kepada kami”. Beliau berkata: “Aku nasehatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla serta taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak. Sesungguhnya barang siapa yang hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah oleh kalian dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap kebid'ahan adalah sesat. [3]
Abu Bakar As-Shidiq Radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah aku meniggalkan sedikitpun perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, melainkan aku amalkan. Dan sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya, aku akan tersesat.”
Ibnu Bathoh mengomentari hal ini dengan perkataanya: “Wahai saudaraku, inilah As-Shidiq Akbar, beliau merasa takut terhadap dirinya dari penyimpangan jika beliau menyelisihi sedikit saja dari perintah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka bagaimana pula terhadap suatu zaman yang masyarakatnya telah menjadi orang-orang yang merperolok-olok nabi dan perintahnya, bangga dengan sesuatu yang menyelisihinya serta bangga dengan melecehkan sunnahnya. Kita memohon kepada Allah agar terjaga dari ketergelinciran dan (memohon) keselamatan dari amalan-amalan yang jelek” [4]
Umar Bin Abdul Aziz berkata : “Tidak ada pendapat siapapun di atas sunnah yang dijalani oleh Rasulullah” [5]
Dari Abi Qilabah ia berkata : “Jika kamu mengajak berbicara seseorang dengan sunnah, kemudian orang tersebut berkata : “Tinggalkan ini dan berikan kepadaku kitab Allah (saja)! “ maka ketahuilah bahwa ia adalah orang yang sesat.” [6]
Adz-Dzahabi mengomentari hal ini dengan ucapannya: ”Apabila kamu melihat seorang ahlu kalam dan bid’ah berkata: “Jauhkanlah kami dari al-Kitab dan hadist-hadist ahad, dan berikanlah kepada kami akal saja, maka ketahuilah bahwa dia adalah Abu Jahal. Dan apabila kamu melihat penganut aliran tauhidy (sufi) berkata : “Tinggalkan kami dari nash-nash dan akal, dan berikanlah kepadaku perasaan dan naluri saja, maka ketahilah sesungguhnya Iblis telah menampakan dirinya dalam bentuk manusia atau telah menyatu padanya, jika engkau takut kepadanya, larilah! Kalau tidak, bantinglah dia dan dudukilah dadanya kemudian bacakan padanya ayat kursi dan cekiklah dia.” [7]
As-Syafi’i berkata : “Abu Hanifah Bin Samak Bin Fadl As-Syihaby telah mengkhabarkan kepadaku, dia berkata : Ibnu Abi Dzi’bi telah berkata kepadaku, dari Al-Muqri, dari Abi Syuraih Al-Ka’by, bahwasannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada hari fathu (Makkah): “Barang siapa yang keluarganya di bunuh, maka ada dua pilihan baginya, jika dia mau dia boleh mengambil diat, dan jika dia mau maka baginya qishas”.
Abu Hanifah berkata: “Aku berkata kepada Abi Dzi’bi apakah kamu akan mengambil (hadits) ini wahai Abu Haris?” Maka dia memukul dadaku dan berteriak keras serta mencelaku, lalu berkata: “Aku menceritakan kedamu dari Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kamu berkata: “Apakah kamu akan mengambilnya?!!. Ya, aku akan mengambilnya dan yang demikian itu adalah wajib bagiku dan orang bagi yang mendengarnya.
Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan manusia, dan Allah memberi petunjuk kepada mereka melalui beliau dan lewat usaha beliau, dan Allah memilih bagi mereka apa yang Allah pilih bagi rosulNya, melalui lisan beliau. maka wajib bagi ummatnya untuk mengikutinya dalam keadaan taat dan tunduk, seorang muslim tidak dapat keluar dari hal itu.
Dia (Abu Hanifah ) juga mengatakan :“Dan dia terus marah tidak berhenti sampai aku berangan-angan andaikata ia mau berhenti.” [8]
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : "Kaum muslimin telah sepakat, bahwa barang siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan seseorang” [9]
Al-Humaidi berkata : “Suatu hari Imam Syafi’i meriwayatkan suatu hadits, maka aku berkata: apakah kamu akan mengambil hadis itu? maka beliau menjawab: “Apakah kamu melihat aku keluar dari gereja atau (kamu melihat) zannar (ikat pinggang orang nashara) padaku, sehingga apabila aku mendengar suatu hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam aku tidak berkata dengannya (yakni tidak menerimanya).“ [10]
Imam Syafi’i pernah ditanya tentang suatu permasalahan, maka beliau menjawab: “Tentang hal tersebut telah di riwayatkan demikian dan demikian dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,” Lalu si penanya berkata: “Wahai Abu Abdillah, apakah kamu berpendapat dengannya (hadis itu)”, maka imam Syafi’i gemetar dan nampak urat lehernya dan berkata: “Wahai kamu, bumi manakah yang akan kupijak, dan langit manakah yang akan menaungi aku, apabila aku meriwayatkan suatu hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku tidak berkata dengannya ?! Ya, wajib bagiku menerimanya dengan mutlak.”[11]
Ahmad bin Hambal berkata : “Barang siapa menolak suatu hadis dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia berada di pinggir jurang kehancuran” [12]
Al-Barbahary berkata : “Apabila kamu mendengar seseorang mencerca atsar atau menolaknya atau menginginkan selainnya, maka ragukanlah keislamannya, dan janganlah kamu ragu bahwa ia adalah seorang pengekor hawa nafsu, dan mubtadi’ (ahli bid’ah)”[13]
Abu Al-Qosim Al-Asbahany berkata : Ahlu-Sunnah dari kalangan Salaf mengatakan: ”Apabila seseorang telah mencerca atsar, maka sudah pantas baginya untuk diragukan keislamannya” [14]
PASAL DISEGERAKANNYA ADZAB BAGI ORANG YANG TIDAK MEMULIAKAN SUNNAH
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ia bersabda :
لاَ تَطْرُقُوا النِّسَاءَ لَيْلاً قَالَ وَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَافِلاً فَانْسَاقَ رَجُلاَنِ إِلَى أَهْلَيْهِمَا فَكِلاَهُمَا وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً
Janganlah kalian mendatangi para wanita (istri-istri) pada malam hari (misalnya ketika pulang dari safar-Red).
Ibnu Abbas berkata: “Pada suatu saat Rasulullah pulang dari bepergian, kemudian ada dua orang berjalan sembunyi-sembunyi pulang kepada istrinya masing-masing, maka kedua orang tersebut mendapatkan seorang pria sedang bersama istrinya" [15]
Dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu 'anhu:
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ بِشِمَالِهِ فَقَالَ كُلْ بِيَمِيْنِكَ قَالَ : لاَ أَسْتَطِيْعُ قَالَ : "لاَ اسْتَطعْتَ" مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبَرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيْهِ
Bahwasanya ada seseorang pernah makan di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan tangan kirinya, maka beliau bersabda: “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu berkata: “Saya tidak bisa” maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : “Kamu tidak akan bisa. Tidaklah ada yang menghalangi orang itu melainkan kesombongan. Berkata Salamah: ”Orang tersebut akhirnya tidak bisa mengangkat tangan (kanan) ke mulutnya.” [16]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ia bersabda :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ فِي بُرْدَيْنِ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ الأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَقَالَ لَهُ فَتًى قَدْ سَمَّاهُ وَهُوَ فِي حُلَّةٍ لَهُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَ هَكَذَا كَانَ يَمْشِي ذَلِكَ الْفَتَى الَّذِي خُسِفَ بِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ فَعَثَرَ عَثْرَةً كَادَ يَتَكَسَّرُ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلْمَنْخَرَيْنِ وَلِلْفَمِ ( إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ )
Tatkala seseorang berjalan dengan sombong dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian), maka Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, dia dalam keadaan berbolak balik di dalamnya sampai hari kiamat”. Maka berkatalah seorang pemuda kepada Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu –seorang perawi telah menyebutkan namanya– sedangkan pemuda tersebut mengenakan pakaiannya: “Wahai Abu Hurairah apakah seperti ini jalannya orang yang ditenggelamkan ke bumi itu”?. Kamudian ia melenggang dengan tangannya, lalu ia tergelincir, yang hampir-hampir mematahkan tulangnya. Kemudian Abu Hurairah berkata: “Untuk hidung dan mulut (kata cercaan)”. “Sesungguhnya kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang mengolok-olok [Al-Hijr: 95]” [17]
Dari Abdurahman bin Harmala dia berkata :
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ يُوَدِّعُهُ بِحَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فَقَالَ لَهُ لاَ تَبْرَحْ حَتَّى تُصَلِّيَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَخْرُجُ بَعْدَ النِّدَاءِ مِنَ الْمَسْجِدِ إِلاَّ مُنَافِقٌ إِلاَّ رَجُلٌ أَخْرَجَتْهُ حَاجَتُهُ وَهُوَ يُرِيدُ الرَّجْعَةَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَالَ إِنَّ أَصْحَابِي بِالْحَرَّةِ قَالَ فَخَرَجَ قَالَ فَلَمْ يَزَلْ سَعِيدٌ يَوْلَعُ بِذِكْرِهِ حَتَّى أُخْبِرَ أَنَّهُ وَقَعَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَانْكَسَرَتْ فَخِذُهُ
Seorang lelaki datang kepada Sa’id bin Al-Musayyib untuk pamitan berhaji atau umroh. lalu Sa’id bin Al-Musayyib berkata kepada orang tersebut: “Janganlah engkau berangkat sebelum engkau melakukan sholat, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidaklah keluar dari masjid setelah adzan melainkan seorang munafik, kecuali seorang harus keluar karena keperluannya, sedangkan dia bertujuan kembali lagi ke masjid”. Lelaki itupun berkata: “Sesungguhnya teman-temanku telah berada di Al-Harroh. Abduruhman berkata: “Maka orang itu akhirnya keluar, belum selesai Sa’id menyayangkan kepergian orang tersebut dengan menyebut-nyebutnya, tiba-tiba dikabarkan bahwa orang tersebut telah terjatuh dari kendaraannya sehingga patah pahanya.” [18]
Dari Abu Yahya As-Saji ia berkata: “Kami berjalan di gang-gang Bashroh menuju ke rumah salah seorang ahlu hadits, maka aku mempercepat jalanku. Dan ada seorang di antara kami yang jelek di dalam agamanya, ia berkata: ”Angkatlah kaki kalian dari sayapnya para malaikat, janganlah kalian mematahkannya (dia berkata sebagai ejekan), akhirnya orang tersebut tidak bisa melangkah dari tempatnya sehingga kering kedua kakinya dan kemudian jatuh.” [19]
Abu Abdillah Muhammad bin Ismalil At-Taimy berkata : Aku pernah membaca dalam sebagian kisah, bahwa pernah ada seorang ahlul bid’ah tatkala mendengar sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتىَّ يَغْسِلَهَا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
Apabilah salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sehingga ia mencucinya terlebih dahulu, karena dia tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.
Maka ahlu bid’ah tersebut berkata dengan nada mengejek: “Aku mengetahui di mana tanganku bermalam di atas tempat tidur !! maka ketika ia bangun, tangannya telah masuk ke dalam duburnya sampai pergelangan tanganya”.
At-Taimy berkata: ”Hendaklah seseorang merasa takut menganggap ringan terhadap sunnah serta keadaan-keadaan yang (seharusnya ia) tawaqquf/diam . Maka lihatlah akibat yang telah sampai pada orang tersebut akibat akibat kejekan perbuatannya”. [20]
Al-Qodhi Abu Thoyyib berkata : “Kami pernah berada di majlis perdebatan di masjid jami’ Al-Mansyur, maka tiba-tiba datang seorang pemuda Khurosan, kemudian bertanya tentang “Al-Mushorroh”, dan dia meminta dalilnya, sampai akhirnya diberikan dalil dengan hadits Abu Hurairah yang meriwayatkan tentang hal tersebut. Kemudian orang tersebut mengatakan –sedangkan dia adalah orang hanif-: “Hadits Abu Hurairah tidak dapat diterima….tetapi belum selesai orang itu dari perkataannya, tiba-tiba seekor ular yang sangat besar jatuh dari atap masjid, orang-orangpun lari karenanya, dan pemuda itupun juga lari darinya, sedangkan ular tersebut terus mengejarnya. Maka orang-orang mengatakan kepadanya: ”Bertaubatlah, bertaubatlah”, maka pemuda itupun berkata: ”Aku bertaubat “, maka akhirnya ular itupun lenyap dan tidak terlihat bekas-bekasnya.[21]
Adz-Dzahabi berkata : “Sanad riwayat ini adalah para imam.”
SIKAP SALAFUS SHOLEH TERHADAP ORANG YANG MENENTANG SUNNAH
Dari Qotadah ia berkata: “Kami pernah bersama Imron bin Husain dalam suatu rombongan, sedang di dalam rombongan kami terdapat Basyir bin Ka’ab. Pada hari itu Imron menceritakan kepada kami, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ”Malu itu baik semuanya “ atau beliau bersabda: “Malu itu semuanya adalah baik”
Kemudian Basyir bin Ka’ab berkata: ”Sesungguhnya kami mendapati di sebagian kitab-kitab atau hikmah, bahwa dari malu itu ada yang merupakan ketentraman dan penghormatan kepada Allah, tetapi pada malu itu ada kelemahan”. Maka Imron pun marah sampai merah kedua matanya dan berkata: “Tidakkah engkau melihat aku mengatakan kepadamu dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan engkau menentangnya”.[22]
Dari Abdullah bin Mughofal Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang khadzaf (melempar dengan batu kerikil; semacam ketapel) dan beliau bersabda: ”Karena khadzaf itu tidak akan mendapatkan buruan dan tidak dapat mengalahkan musuh, tetapi hanya akan membutakan mata dan memecahkan gigi”. Maka seseorang berkata kepada Abdullah bin Mughofal: “Aku berpendapat, hal itu tidak apa-apa”. Maka Abdullah bin Mughofal berkata: “Sesungguhnya aku telah mengatakan kepadamu dari Rasulullah, sedangkan engkau mengatakan seperti ini, maka demi Allah aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.”[23]
Dari Abi Al-Mukhariq dia berkata: Ubadah bin Ash-Shamit menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menukar dua dirham dengan satu dirham. Lalu ada seseorang berkata: ”Aku berpendapat yang demikian tidak apa-apa asalkan kontan”. Maka ‘Ubadah berkata: “Aku berkata “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, sedangkan engkau mengatakan “aku berpendapat yang demikian itu tidak apa-apa!! Maka demi Allah, tidak akan menaungi aku dan kau satu atap-pun selamanya (yakni: aku tidak akan tinggal serumah denganmu).[24]
Dari Salim bin Abdullah bahwa Abdullah bin Umar berkata : Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berabda : “Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian ke masjid jika mereka meminta izin kepada kalian untuk ke sana ”
.
Salim berkata: Bilal bin Abdullah berkata: “Demi Allah kami akan melarang mereka (para wanita)”. Salim berkata: Maka Abdullah menghadap kepadanya (Bilal bin Abdullah), kemudian mencercanya dengan suatu cercaan yang jelek, yang aku belum pernah mendengar cercaan seperti itu sama sekali. Kemudian (Abdullah) berkata: “Aku mengatakan kepadamu dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan engkau mengatakan “Demi Allah kami akan melarang mereka (para wanita)” [25]
Dari Atho’ bin Yasar: “Bahwa ada seseorang pernah menjual kepingan emas atau perak lebih banyak dari ukuran beratnya. Lalu Abu Darda’ berkata kepadanya : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari hal ini, kecuali dengan yang senilai. Tetapi orang itu berkata: ”Aku berpendapat bahwa seperti ini tidak apa-apa“. Maka Abu Darda berkata: “Siapakah yang bisa memberikan alasan kepadaku dari si fulan ini, aku mengatakan dari Rasulullah, sedangkan dia mengatakan kepadaku dari akalnya. Maka aku tidak akan tinggal di negri ini yang engkau berada padanya”.
Dari Al-A’raj, ia berkata : “Aku pernah mendengar Abu Said Al-Khudry berkata kepada seseorang: “Tidakkah engkau mendengar aku, aku mengatakan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : ”Janganlah kalian menjual/menukar dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, kecuali dengan yang senilai, dan janganlah kalian menjual/menukar darinya secara kontan dengan hutang”, kemudian kamu berfatwa dengan apa yang engkau fatwakan. Maka demi Allah, tidaklah menaungi aku dan kamu selama aku hidup kecuali masjid” [26]
Dari Qotadah ia berkata : “Ibnu Sirin pernah mengatakan kepada seseorang tentang sebuah hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian orang tersebut berkata : ”Si fulan telah berkata demikian dan demikian”, maka Ibnu Sirin berkata: “Aku mengatakan kepadamu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan engkau mengatakan si fulan dan si fulan telah berkata demikian dan demikian ?!!”, maka aku tidak akan berbicara kepadamu selama-lamanya[27]

Abu As-Saib berkata: “Kami pernah bersama Waqi’, maka dia berkata kepada seseorang yang berada di sisinya yang berpandangan dengan akalnya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan Al-Isy’ar” [28]
Abu Hanifah berkata : Itu adalah suatu penyiksaan. Orang tersebut berkatalah bahwasannya telah di riwayatkan dari Ibrohim An-Nakha’i bahwa ia berkata: Al-Isr’ar adalah penyiksaan. Abu Saib berkata: “Maka aku melihat Waqi’ sangat marah dan berkata: “Aku telah berkata kepadamu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, sedangkan engkau berkata: Ibrahim telah berkata. Maka sangatlah pantas kamu dipenjara dan tidak dilepaskan sehingga kamu menarik kembali perkataanmu ini.” [29]
Dari Khirzadz Al-’Abid ia berkata: “Abu Mu’awiyah Adh-Dharir meriwayatkan hadits “Adam berdebat dengan Musa“ di dekat Harun Al-Rasyid. Lalu seorang bangsawan dari Quraisy berkata: “Di mana Adam bertemu dengan Musa”?, maka Harunpun marah dan berkata : “(Untuk) perkataan (yang mengada-ada) adalah pedang, seorang zindiq mencerca hadits“. Maka Abu Mu’awiyahpun terus berusaha menenangkan Harun, dan berkata: “Sabar wahai Amirul Mukminin, karena dia itu belum faham sampai akhirnya Amirul mukminin menjadi tenang.” [30]
PENUTUP
Inilah nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah tentang mengagungkan Sunnah, serta beginilah sikap Salafush shalih (sahabat dan tabi’in ) terhadap orang-orang yang menentang sunnah. Kita lihat sikap mereka yang menunjukkan kekuatan, keteguhan dan ketegasan terhadap orang yang menampakkan sesuatu yang di dalamnya terdapat penentangan terhadap sunnah.
(Diterjemahkan oleh Akhmad Hamidin dari kitab beliau “Ta’zhimus Sunnah Wa Mauqifus Salaf Miman ’Aradhaha au Istahza-a bi Syai-in Minha)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Ibnul Qoyyim berkata: “Jika ditanyakan bagaimana amalan bisa gugur tanpa kemurtadan? jawabnya “ya”, sesungguhnya Al-Qur’an dan As-Sunnah dan apa yang dinukil dari para sahabat telah menunjukkan bahwa kejelekan dapat menghapus kebaikan, sebagaimana juga kebaikan dapat menghapus kejelekan..Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (si penerima). [Al-Baqarah:264]
Allah Ta'ala berfiman : “….Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [Al-Hujurat:2]
[2]. Al Wabilus Shoyyib hal. 24 Cetakan Dar Ibnul Jauzy.
[3]. Dikeluarkan oleh Abu Dawud no 4607 dan Tirmidzy no. 2676 dan Ibnu Majah no.44.
[4]. Al-Ibanah (I/246)
[5]. I’lamul Muwaqi’in (II/282)
[6]. Thobaqot Ibnu Sa’ad
[7]. Siyar A’lam Nubala’ (4/472)
[8]. Ar-Risalah li Syafi’iy hal. 450 no. 1234
[9]. I’lamul Muwaqi’in (2/282)
[10]. Hilyatul Auliya’ (9/106) , Siyar A’lam Nubala’ (10/34)
[11]. Sifatus Sofwa (2/256)
[12]. Tobaqat Al-Hanabilah (2/15),Al-Ibanah (1/260)
[13]. Syarhus Sunnah hal. 51
[14]. Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/428)
[15]. Sunan Addarimi no.444
[16]. Muslim no.2021
[17]. Sunan ad-Darimi no. 437
[18]. Sunnah ad-Darimi no. 446
[19]. Bustanul A’rifin lin Nawawi hal.94
[20]. Bustanul A’rifin lin Nawawi hal 94
[21]. Siyar A’lamun Nubala (2/618)
[22]. Dikeluarkan oleh Imam Bukhari no. 6117 dan Imam Muslim no. 61, dan lafazh ini darinya.
[23]. Dikeluarkan Imam Bukhari no. 5479 dan Muslim no. 1954. Dan lafazh ini bagi Ibnu Baththah dalam Al Ibanah no. 96
[24]. Dikeluarkan oleh Ibnu Majah hadits 81. Dan Ad Darimi hadits 443, dan lafazh ini bagi Ad Darimi. Hadits ini telah dishahihkan oleh Al Albani.
[25]. Dikeluarkan oleh Muslim haditas no. 442 nomor khusus 135.
[26]. Lihat Al-Ibanah li ibni Batthoh hadis no.94.
[27]. Sunan ad-Darimi no.441
[28]. Al-isy’ar : Yaitu merobek salah satuh sisi pundak hewan (unta), sehingga mengeluarkan darahnya, dan bisa di ketahui dengan tanda tersebut bahwa itu adalah hewan kurban . an Nihayah (2/479)
[29]. Jami’ Tirmidzi (3/250)
[30]. Tarikh Baghdad ( 41/7 ), Siyar ‘Alamin Nubala’ ( 9/288 ).